Pakai Duit Negara, Anggaran Proyek Kereta Cepat Diaudit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) tengah melakukan audit anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Audit seiring adanya pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar USD3,8 miliar-USD4,9 miliar atau setara Rp54 triliun-Rp69 triliun.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memastikan, audit BPKP akan diselesaikan pada Desember 2021. Hasil penelusuran lembaga auditor internal negara pun menjadi penentu berapa besar dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mega-proyek di sektor transportasi tersebut.
"Makanya, kami dari Kementerian BUMN sudah meminta audit dari BPKP. Jadi audit dulu baru ditetapkan berapa sebenarnya angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC (Kereta Cepat Indonesia–China) ini," ujar Arya kepada Wartawan, dikutip Senin (10/10/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memutuskan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mempercepat pembangunan KCJB. Putusan itu ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Beleid tersebut merevisi sejumlah ketentuan, termasuk pembiayaan pembangunan KCJB yang sebelumnya tidak diperbolehkan menggunakan APBN.
Dengan adanya Perpres No. 93 Tahun 2021, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang juga merupakan konsorsium Indonesia dalam struktur Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), akan menyerahkan hasil audit kepada pemerintah.
Bahkan, Arya memastikan angka yang diberikan BPKP merupakan nilai pasti untuk mendanai penyelesaian konstruksi proyek strategis nasional (PSN) di bidang transportasi itu.
"Sehingga kita ketika meminta bantuan dari pemerintah, angkanya sudah benar-benar bersih. kita sudah minta audit, mudah-mudahan selesai Desember ini. Jadi, angka bisa muncul secara clear, berapa bantuan yang kami minta dari pemerintah. Audit dulu dari BPKP, dari sanalah kita akan dapat angka yang sebenarnya yang kita butuhkan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Kereta Cepat Indonesia (KAI) Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal PSBI, anggaran awal KCJB mencapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, dimana, estimasi disusun sejak November 2020 lalu, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar. Perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan.
Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. Low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
PSBI sendiri terus melakukan langkah-langkah efisiensi, baik berupa pemangkasan biaya, efisiensi pengelolaan TPOD, hingga pengelolaan stasiun untuk menekan pembengkakan biaya. Dalam laporannya, estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi USD8 miliar.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memastikan, audit BPKP akan diselesaikan pada Desember 2021. Hasil penelusuran lembaga auditor internal negara pun menjadi penentu berapa besar dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mega-proyek di sektor transportasi tersebut.
"Makanya, kami dari Kementerian BUMN sudah meminta audit dari BPKP. Jadi audit dulu baru ditetapkan berapa sebenarnya angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC (Kereta Cepat Indonesia–China) ini," ujar Arya kepada Wartawan, dikutip Senin (10/10/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memutuskan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mempercepat pembangunan KCJB. Putusan itu ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Beleid tersebut merevisi sejumlah ketentuan, termasuk pembiayaan pembangunan KCJB yang sebelumnya tidak diperbolehkan menggunakan APBN.
Dengan adanya Perpres No. 93 Tahun 2021, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang juga merupakan konsorsium Indonesia dalam struktur Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), akan menyerahkan hasil audit kepada pemerintah.
Bahkan, Arya memastikan angka yang diberikan BPKP merupakan nilai pasti untuk mendanai penyelesaian konstruksi proyek strategis nasional (PSN) di bidang transportasi itu.
"Sehingga kita ketika meminta bantuan dari pemerintah, angkanya sudah benar-benar bersih. kita sudah minta audit, mudah-mudahan selesai Desember ini. Jadi, angka bisa muncul secara clear, berapa bantuan yang kami minta dari pemerintah. Audit dulu dari BPKP, dari sanalah kita akan dapat angka yang sebenarnya yang kita butuhkan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Kereta Cepat Indonesia (KAI) Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal PSBI, anggaran awal KCJB mencapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, dimana, estimasi disusun sejak November 2020 lalu, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar. Perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan.
Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. Low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
PSBI sendiri terus melakukan langkah-langkah efisiensi, baik berupa pemangkasan biaya, efisiensi pengelolaan TPOD, hingga pengelolaan stasiun untuk menekan pembengkakan biaya. Dalam laporannya, estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi USD8 miliar.
(uka)