Kondisi RI Saat Ini: Konsumsi Minyak Besar, Tapi Produksi Kurang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi ramah lingkungan di Indonesia masih rendah. Padahal, potensi EBT di Indonesia mencapai sekitar 418 GW.
Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Sahid Junaidi mengatakan, saat ini Indonesia berada dalam situasi di mana konsumsi minyak lebih besar dari produksi nya. Ini berdampak pada peningkatan impor sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan.
"Untuk itu, pemanfaatan sumber energi alternatif dalam hal ini EBT ini menjadi hal yang sangat penting untuk dioptimalkan mengingat potensi kita sangat luar biasa," ujar Sahid dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB), Senin (22/11/2021).
Sahid melanjutkan, bauran energi primer masih didominasi energi fosil di mana batu bara masih mendominasi pangsa pemanfaatan energi nasional sebesar 38% pada tahun 2020. Disusul minyak bumi sebesar 31,6% dan gas alam 19,2%. Sementara bauran EBT baru mencapai 11,2% di tahun 2020.
"Porsi EBT itu baru mencapai 0,3% dari total potensi yang ada," tuturnya.
Terkait penurunan emisi gas rumah kaca, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional.
Sahid melanjutkan, untuk mewujudkan komitmen tersebut, ada lima prinsip utama yang akan dilakukan pemerintah. Pertama, peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan. Kedua, pengurangan energi fosil melalui carbon tax dan trading, co-firing PLTU dengan EBT, dan retirement PLTU.
Ketiga, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi. Keempat, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan kelima, pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Lihat Juga: Gotong Royong Bangun Jargas, Solusi Kurangi Beban Subsidi Energi lewat Optimalisasi Gas Domestik
Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Sahid Junaidi mengatakan, saat ini Indonesia berada dalam situasi di mana konsumsi minyak lebih besar dari produksi nya. Ini berdampak pada peningkatan impor sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan.
"Untuk itu, pemanfaatan sumber energi alternatif dalam hal ini EBT ini menjadi hal yang sangat penting untuk dioptimalkan mengingat potensi kita sangat luar biasa," ujar Sahid dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB), Senin (22/11/2021).
Sahid melanjutkan, bauran energi primer masih didominasi energi fosil di mana batu bara masih mendominasi pangsa pemanfaatan energi nasional sebesar 38% pada tahun 2020. Disusul minyak bumi sebesar 31,6% dan gas alam 19,2%. Sementara bauran EBT baru mencapai 11,2% di tahun 2020.
"Porsi EBT itu baru mencapai 0,3% dari total potensi yang ada," tuturnya.
Terkait penurunan emisi gas rumah kaca, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional.
Sahid melanjutkan, untuk mewujudkan komitmen tersebut, ada lima prinsip utama yang akan dilakukan pemerintah. Pertama, peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan. Kedua, pengurangan energi fosil melalui carbon tax dan trading, co-firing PLTU dengan EBT, dan retirement PLTU.
Ketiga, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi. Keempat, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan kelima, pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Lihat Juga: Gotong Royong Bangun Jargas, Solusi Kurangi Beban Subsidi Energi lewat Optimalisasi Gas Domestik
(akr)