Target Pajak Cetak Sejarah, Ekonom: Jauh Lebih Rendah Dibanding Realisasi 2019

Selasa, 28 Desember 2021 - 20:39 WIB
loading...
Target Pajak Cetak Sejarah,...
Penerimaan pajak saat ini yang melebihi target sejatinya lebih rendah dibanding realisasi 2019. Foto/ilustrasi
A A A
JAKARTA - Realisasi penerimaan pajak tahun ini (per 26 Desember) yang mencapai Rp1.231,87 triliun atau melewati target yang ditetapkan mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan. Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, pencapain itu terjadi karena low base effect.



"Jadi jangan terlalu optimistis dulu, meskipun terjadi pertumbuhan penerimaan negara yang fantastis. Itu wajar karena ekonomi mulai dibuka kembali dan ada normalisasi permintaan ekspor dari mitra dagang utama," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Selasa(28/12/2021).

Menurut Bhima, realisasi penerimaan pajak saat ini bisa tembus 100% lebih karena targetnya jauh lebih rendah dibanding tahun 2019 atau sebelum pandemi. Berdasarkan data APBN Kita, realisasi penerimaan pajak tahun 2019 mencapai Rp1.332 triliun.

Sementara pemerintah mengklaim per 26 desember 2021 sudah capai Rp1.231 triliun. Artinya pencapaian pajak saat ini lebih rendah 7,5% dibanding posisi Desember 2019.

"Kita belum balik ke normal. Ekonomi belum bisa kembali seperti pra-pandemi. Butuh waktu untuk full recover ya, dan ini yang perlu diperhatikan pemerintah sehingga jangan lengah," ungkap Bhima.

Bhima menambahkan, pemerintah harus waspada karena kenaikan harga komoditas memang masih menguntungkan posisi Indonesia saat ini, ada PNBP dari sawit dan batu bara yang naik. Masalahnya, inflasi dan belanja subsidi energi bisa merangkak naik.

Kemudian pemerintah juga menghadapi tekanan pembiayaan utang, artinya beban bunga masih jadi ancaman fiskal. Oktober 2019 lalu, penerimaan pajak lebih besar dan pembiayaan utangnya Rp384,5 triliun. Dibanding saat ini pajaknya lebih rendah dan utangnya bertambah Rp608,2 triliun, hampir naik dua kali lipat beban utang barunya.

Di luar itu, tahun 2022 volatilitas nilai tukar dan kenaikan suku bunga akan membuat porsi pembayaran bunga utang terhadap penerimaan pajak makin lebar. Kondisi itu tak akan dibantu dengan kebijakan tax amnesty jilid II.



"Tax amnesty jilid dua hanya menolong dalam jangka pendek, itu juga diragukan karena persepsi wajib pajak cenderung menilai bahwa tax amnesty tidak akan berhenti pada jilid dua. Bisa saja ada jilid ketiga dan seterusnya, lalu untuk apa ikut tax amnesty yang jilid kedua? Banyak variabel yang memengaruhi wajib pajak ikut tax amnesty tahun 2022, salah satunya pertimbangan tarif tebusan yang lebih mahal, dan pemilihan sektor dana repatriasi yang terbatas pada surat utang pemerintah dan pengolahan SDA/ EBT," pungkasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1561 seconds (0.1#10.140)