Defisit APBN 2023 Kembali Dipatok di Bawah 3%, Maksimum Rp596,7 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 dirancang pada kisaran Rp562,6 triliun hingga Rp596,7 triliun atau 2,81% hingga 2,95% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kebijakan tersebut mengacu kepada UU nomor 2 tahun 2020, di mana defisit APBN tahun 2023 akan kembali di bawah 3%.
"Dengan kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, maka dari sisi utang yang akan kita kelola akan juga mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar,” ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (14/4/2022).
“Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3% agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diberikan secara bertahap namun tetap berhati-hati," imbuh Menkeu.
Oleh karena itu, lanjut Sri, di dalam kebijakan fiskal 2023 akan terus difokuskan untuk mendukung pemulihan ekonomi terutama program-program prioritas yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Program dimaksud yakni pembangunan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, revitalisasi industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.
Di sisi lain, sambung Menkeu, APBN juga akan melakukan reformasi di bidang pendapatan negara, belanja negara, dan dari pembiayaan dengan membangun pembiayaan yang makin inovatif.
“Oleh karena itu, untuk APBN 2023, kita masih akan terus mengkalibrasikan dan mempertajam pada perhitungan untuk belanja baik pusat maupun transfer ke daerah dan estimasi penerimaan negara," tandas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Kebijakan tersebut mengacu kepada UU nomor 2 tahun 2020, di mana defisit APBN tahun 2023 akan kembali di bawah 3%.
"Dengan kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, maka dari sisi utang yang akan kita kelola akan juga mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar,” ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (14/4/2022).
“Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3% agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diberikan secara bertahap namun tetap berhati-hati," imbuh Menkeu.
Oleh karena itu, lanjut Sri, di dalam kebijakan fiskal 2023 akan terus difokuskan untuk mendukung pemulihan ekonomi terutama program-program prioritas yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Program dimaksud yakni pembangunan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, revitalisasi industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.
Di sisi lain, sambung Menkeu, APBN juga akan melakukan reformasi di bidang pendapatan negara, belanja negara, dan dari pembiayaan dengan membangun pembiayaan yang makin inovatif.
“Oleh karena itu, untuk APBN 2023, kita masih akan terus mengkalibrasikan dan mempertajam pada perhitungan untuk belanja baik pusat maupun transfer ke daerah dan estimasi penerimaan negara," tandas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.