Siapa Negara Penadah Gas Rusia Paling Banyak, Urutan Pertama Ada di Eropa
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia dikenal sebagai salah satu produsen raksasa minyak dan gas (migas) dunia, dimana memasok hampir setengah kebutuhan energi di kawasan Eropa. Moskow memasok sekitar 40% kebutuhan gas alam negara-negara di Benua Biru.
Menyusul sanksi internasional atas invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara di Eropa ikut melayangkan sanksi kepada Negeri Beruang Merah. Belakangan Presiden Vladimir Putin melayangkan aksi balasan dengan kebijakan mengharuskan negara-negara yang mendapatkan label tidak ramah untuk membayar gas Rusia dengan rubel .
Kebijakan tersebut menjadi senjata untuk melawan sanksi Barat, usai triliunan aset Rusia di luar negeri dibekukan. Kebijakan Putin mendapatkan respons beragam dari negara Eropa, mengingat ketergantungan mereka terhadap minyak dan gas Rusia.
Ancaman Putin bagi negara yang menolak membayar gas Rusia denga Rubel bakal menghadapi pemotongan pasokan ternyata bukan isapan jempol semata. Pada hari Selasa, Polandia dan Bulgaria keduanya menolak untuk membayar gas dalam rubel yang menyebabkan perusahaan gas negara Rusia, Gazprom menutup pasokan gas .
Kedua negara telah merencanakan untuk tidak memperbarui kontrak mereka dengan Gazprom yang bakal berakhir di penutup tahun 2022. Polandia sendiri dikenal sebagai salah satu pendukung paling gigih sanksi keras terhadap Rusia, dimana mereka mengatakan Uni Eropa harus menghukum negara-negara yang menggunakan rubel untuk membayar gas Rusia.
Menteri Iklim, Anna Moskwa menuding Jerman, Hongaria dan Austria sebagai negara yang menolak embargo gas. "Kami berharap ada konsekuensi bagi negara-negara ini (yang membayar dalam rubel) dan sebagai akibatnya mereka akan berhenti membayar dalam rubel," katanya.
Langkah Rusia yang tidak memberikan tenggat waktu kepada negara-negara untuk mulai membayar dalam rubel dipandang sebagai upaya untuk memecah belah sekutu Barat dalam respons mereka atas Ukraina. Mayoritas atau 97% kontrak pasokan gas perusahaan Uni Eropa dengan Gazprom menetapkan pembayaran dengan mata uang euro atau dolar.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), berikut daftar negara-negara yang ketergantungan gas Rusia:
1. Jerman : Ekspor gas Rusia ke negara ini mencapai 42,6 miliar meter kubik gas alam
2. Italia : 29,2 miliar meter kubik gas alam
3. Belarus : 18,8 miliar meter kubik gas alam
4. Turki : 16,2 miliar meter kubik gas
5. Belanda : 15,7 miliar meter kubik gas
6. Hongaria : 11,6
7. Kazakhstan : 10,2
8. Polandaia : 9,6
9. China : 9,2
10. Jepang : 8,8
Sementara itu Hungaria dan Slovakia keduanya mengatakan, mereka akan menggunakan metode pembayaran konversi Rusia. Sementara menteri ekonomi Jerman Robert, Habeck mengatakan, bahwa itu adalah "jalan yang jadi pilihan untuk kami".
"Ini adalah jalan yang sesuai dengan sanksi, dan sejauh yang saya pahami, perusahaan Jerman yang melakukannya dengan cara ini mematuhi kontrak mereka," katanya.
"Sebagian besar negara Uni Eropa juga mengambil pendekatan ini," sambungnya.
Eropa mendapat sekitar 40% gas alamnya dari Rusia, tetapi angka yang jauh lebih tinggi berlaku pada beberapa negara dan pengurangan pasokan yang tiba-tiba dapat berdampak besar pada ekonomi.
"Banyak perusahaan Eropa akan mengatakan OK, kami akan membayar ke rekening bank dalam mata uang euro dan akan ada perdagangan timbal balik sehingga mereka tetap dalam batas sanksi Uni Eropa," kata Nathan Piper, seorang analis energi di Investec.
"Tapi ada dua sisi dari kondisi ini bagi perusahaan, yakni dimana mereka perlu memasok gas ke konsumen dan di Jerman tidak ada alternatif selain pasokan gas Rusia untuk saat ini," jelasnya.
Menurut Financial Times, raksasa energi Austria OMV juga berencana untuk mengadopsi mekanisme tersebut sementara Eni Italia sedang mempertimbangkan langkah tersebut.
Eni menolak berkomentar sementara OMV membantah membuka akun di Swiss dengan Gazprom. Ia mengatakan kepada BBC: "Kami telah menganalisis permintaan Gazprom tentang metode pembayaran sehubungan dengan sanksi UE dan sekarang sedang mengerjakan solusi yang sesuai dengan sanksi."
Menyusul sanksi internasional atas invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara di Eropa ikut melayangkan sanksi kepada Negeri Beruang Merah. Belakangan Presiden Vladimir Putin melayangkan aksi balasan dengan kebijakan mengharuskan negara-negara yang mendapatkan label tidak ramah untuk membayar gas Rusia dengan rubel .
Kebijakan tersebut menjadi senjata untuk melawan sanksi Barat, usai triliunan aset Rusia di luar negeri dibekukan. Kebijakan Putin mendapatkan respons beragam dari negara Eropa, mengingat ketergantungan mereka terhadap minyak dan gas Rusia.
Ancaman Putin bagi negara yang menolak membayar gas Rusia denga Rubel bakal menghadapi pemotongan pasokan ternyata bukan isapan jempol semata. Pada hari Selasa, Polandia dan Bulgaria keduanya menolak untuk membayar gas dalam rubel yang menyebabkan perusahaan gas negara Rusia, Gazprom menutup pasokan gas .
Kedua negara telah merencanakan untuk tidak memperbarui kontrak mereka dengan Gazprom yang bakal berakhir di penutup tahun 2022. Polandia sendiri dikenal sebagai salah satu pendukung paling gigih sanksi keras terhadap Rusia, dimana mereka mengatakan Uni Eropa harus menghukum negara-negara yang menggunakan rubel untuk membayar gas Rusia.
Menteri Iklim, Anna Moskwa menuding Jerman, Hongaria dan Austria sebagai negara yang menolak embargo gas. "Kami berharap ada konsekuensi bagi negara-negara ini (yang membayar dalam rubel) dan sebagai akibatnya mereka akan berhenti membayar dalam rubel," katanya.
Langkah Rusia yang tidak memberikan tenggat waktu kepada negara-negara untuk mulai membayar dalam rubel dipandang sebagai upaya untuk memecah belah sekutu Barat dalam respons mereka atas Ukraina. Mayoritas atau 97% kontrak pasokan gas perusahaan Uni Eropa dengan Gazprom menetapkan pembayaran dengan mata uang euro atau dolar.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), berikut daftar negara-negara yang ketergantungan gas Rusia:
1. Jerman : Ekspor gas Rusia ke negara ini mencapai 42,6 miliar meter kubik gas alam
2. Italia : 29,2 miliar meter kubik gas alam
3. Belarus : 18,8 miliar meter kubik gas alam
4. Turki : 16,2 miliar meter kubik gas
5. Belanda : 15,7 miliar meter kubik gas
6. Hongaria : 11,6
7. Kazakhstan : 10,2
8. Polandaia : 9,6
9. China : 9,2
10. Jepang : 8,8
Sementara itu Hungaria dan Slovakia keduanya mengatakan, mereka akan menggunakan metode pembayaran konversi Rusia. Sementara menteri ekonomi Jerman Robert, Habeck mengatakan, bahwa itu adalah "jalan yang jadi pilihan untuk kami".
"Ini adalah jalan yang sesuai dengan sanksi, dan sejauh yang saya pahami, perusahaan Jerman yang melakukannya dengan cara ini mematuhi kontrak mereka," katanya.
"Sebagian besar negara Uni Eropa juga mengambil pendekatan ini," sambungnya.
Eropa mendapat sekitar 40% gas alamnya dari Rusia, tetapi angka yang jauh lebih tinggi berlaku pada beberapa negara dan pengurangan pasokan yang tiba-tiba dapat berdampak besar pada ekonomi.
"Banyak perusahaan Eropa akan mengatakan OK, kami akan membayar ke rekening bank dalam mata uang euro dan akan ada perdagangan timbal balik sehingga mereka tetap dalam batas sanksi Uni Eropa," kata Nathan Piper, seorang analis energi di Investec.
"Tapi ada dua sisi dari kondisi ini bagi perusahaan, yakni dimana mereka perlu memasok gas ke konsumen dan di Jerman tidak ada alternatif selain pasokan gas Rusia untuk saat ini," jelasnya.
Menurut Financial Times, raksasa energi Austria OMV juga berencana untuk mengadopsi mekanisme tersebut sementara Eni Italia sedang mempertimbangkan langkah tersebut.
Eni menolak berkomentar sementara OMV membantah membuka akun di Swiss dengan Gazprom. Ia mengatakan kepada BBC: "Kami telah menganalisis permintaan Gazprom tentang metode pembayaran sehubungan dengan sanksi UE dan sekarang sedang mengerjakan solusi yang sesuai dengan sanksi."
(akr)