Australia Menyadari Konsumen China Tak Tergantikan Usai 30 Bulan Konflik

Selasa, 22 November 2022 - 10:57 WIB
loading...
Australia Menyadari Konsumen China Tak Tergantikan Usai 30 Bulan Konflik
Australia menyadari seberapa penting konsumen China setelah mengalami 30 bulan keretakan perdagangan dengan China. Foto/Dok
A A A
SYDNEY - Australia telah menghabiskan banyak uang untuk menarik turis India, menandatangani kesepakatan perdagangan bebas dengan Inggris pasca-Brexit. Hingga membuka pasar baru ke Timur Tengah selama 30 bulan keretakan perdagangan dengan China .

Namun di luar bijih besi dan komoditas utama lainnya, ada rasa sakit yang cukup besar bagi eksportir. Untuk ekonomi kecil dan terbuka seperti Australia, beda haluan dengan negara adidaya global yang sedang berkembang lebih mudah dibayangkan daripada disadari.



Ketidakmampuan China untuk mendapatkan kebutuhan bijih besinya yang sangat besar di luar wilayah Pilbara Australia Barat berarti bahwa China masih merupakan mitra dagang terbesar Australia, meskipun ada pembekuan diplomatik.

Tetapi bagi industri utama lainnya, tidak ada pengganti yang sepadan dengan konsumen China. Seperti sektor kelautan untuk lobster, serta anggur berkualitas atau turis dan pelajarnya yang menghabiskan banyak uang, namun semakin jauh yang juga disebabkan karena adanya kebijakan Lockdown saat Pandemi Covid-19.

Meskipun ada beberapa sinyal memperlihatkan ketegangan mulai mencair, Perdana Menteri baru Anthony Albanese bertemu Presiden Xi Jinping minggu lalu. Hal itu menjadi pertemuan pertama antara para pemimpin kedua negara sejak 2019.



Sementara itu bisnis Australia tidak mendukung pelonggaran pembatasan dalam waktu dekat. Berikut adalah bagaimana kondisi enam sektor utama Australia yakni pariwisata, makanan laut, anggur, pendidikan, jelai, dan batu bara usai mengalami konflik perdagangan dengan China.

- Anggur

Dua tahun setelah China memberlakukan tarif mulai lebih dari 200% pada wine Australia, para penjual anggur masih kelabakan. Pasalnya China merupakan pasar ekspor yang paling menguntungkan, dimana sebelumnya bernilai sekitar USD802 juta per tahun.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1341 seconds (0.1#10.140)