Sumbang Miliaran Rupiah ke Kas Negara, Kemenperin Jangan 'Anak Tirikan' Vape
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membahas Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk vape. Pasalnya, vape menyumbang pendapatan negara dari cukai yang tak sedikit.
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), tahun lalu cukai vape menyumbang Rp 1 triliun untuk kas negara. Tahun ini ditargetkan meningkat Rp 2 triliun.
Sementara berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sepanjang 2019 industri yang didominasi oleh pelaku UMKM ini telah berkontribusi terhadap penerimaan cukai negara sebesar Rp 426,6 miliar.
Besaran cukai vape berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019, naik sebesar 25% dari tahun lalu. Tahun lalu, tarif cukai vape dikenakan sebesar 57% dari harga jualnya.
"Vape ini menghidupi ekonomi, apalagi di tengah covid seperti ini. Nyumbang cukai banyak dan itu menghidupi banyak orang juga karena distributornya dapat untung, orang-orang yang memasarkan," ujar Trubus saat dikontak, Rabu (8/7).
( )
Menurut dia, peningkatan pendapatan negara dari cukai vape adalah bukti pertumbuhan pengguna vape di Tanah Air. Meski begitu, hingga saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum melakukan pembahasan SNI bagi vape.
"Penggunaan vape sudah meluas di berbagai daerah. Tapi nggak ada perlindungan hukumnya bagi penggunanya maupun produknya sendiri di Indonesia. Pembahasan SNI bagi vape harus diproritaskan," desaknya.
Trubus mengaku heran dengan langkah Kemenperin yang mendahulukan pembahasan SNI bagi produk tembakau yang dipanaskan atau HTP. Produk dan pengguna HTP, kata Trubus, masih terbilang jarang di Tanah Air.
"Jadi menurut saya kalau Kemenperin mau SNI ya sebenarnya yang diprioritaskan justru yang vape ini daripada HTP tadi. Karena HTP ini bisa dikatakan belum banyak dipakai juga. Urgensinya belum sih menurut saya. Sejauh mana efektifitasnya. Pakai skala prioritas harusnya," tegas dia.
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), tahun lalu cukai vape menyumbang Rp 1 triliun untuk kas negara. Tahun ini ditargetkan meningkat Rp 2 triliun.
Sementara berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sepanjang 2019 industri yang didominasi oleh pelaku UMKM ini telah berkontribusi terhadap penerimaan cukai negara sebesar Rp 426,6 miliar.
Besaran cukai vape berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019, naik sebesar 25% dari tahun lalu. Tahun lalu, tarif cukai vape dikenakan sebesar 57% dari harga jualnya.
"Vape ini menghidupi ekonomi, apalagi di tengah covid seperti ini. Nyumbang cukai banyak dan itu menghidupi banyak orang juga karena distributornya dapat untung, orang-orang yang memasarkan," ujar Trubus saat dikontak, Rabu (8/7).
( )
Menurut dia, peningkatan pendapatan negara dari cukai vape adalah bukti pertumbuhan pengguna vape di Tanah Air. Meski begitu, hingga saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum melakukan pembahasan SNI bagi vape.
"Penggunaan vape sudah meluas di berbagai daerah. Tapi nggak ada perlindungan hukumnya bagi penggunanya maupun produknya sendiri di Indonesia. Pembahasan SNI bagi vape harus diproritaskan," desaknya.
Trubus mengaku heran dengan langkah Kemenperin yang mendahulukan pembahasan SNI bagi produk tembakau yang dipanaskan atau HTP. Produk dan pengguna HTP, kata Trubus, masih terbilang jarang di Tanah Air.
"Jadi menurut saya kalau Kemenperin mau SNI ya sebenarnya yang diprioritaskan justru yang vape ini daripada HTP tadi. Karena HTP ini bisa dikatakan belum banyak dipakai juga. Urgensinya belum sih menurut saya. Sejauh mana efektifitasnya. Pakai skala prioritas harusnya," tegas dia.
(akr)