Menjawab Tantangan Pertambangan Berkelanjutan dari Sumatera Selatan
Rabu, 15 November 2023 - 20:47 WIB
“Untuk pascatambang kami menyiapkan beberapa jenis tanaman yang cocok untuk reklamasi. Termasuk untuk menyerap logam berat dan mengurangi emisi karbon,” tegas Asisten Vice President Pengelolaan Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai PTBA, Ketut Junaidi.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.
Pembibitan melalui kultur jaringan awalnya bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Sriwijaya (Unsri). Namun, sekarang PT BA sudah melakukannya sendiri. Menurut Ketut, dengan penerapan green mining yang terencana, PT BA berhasil menyelamatkan tanaman langka seperti anggrek, hingga bunga bangkai jenis Amorphophallus Gigas dan Armophopallus Titanum . “Sebelum menambang, kami lihat dulu tanaman apa yang bisa di selamatkan. Sehingga kami bisa menyelamatkan 80 jenis tanaman, termasuk 40 jenis Anggrek,”tegas Ketut. PT BA terus melakukan penelitian sehingga terpilih tanaman yang cocok untuk di tanam di lahan pascatambang.
Sebagai perusahaan pertambangan batu bara, PTBA merasa memiliki tanggung jawab besar terhadap kelestarian alam. Karenanya, perusahaan ini melaksanakan praktik penambangan dengan metode selective mining. Dengan metode ini, lahan yang ditambang bisa diminimalkan, karena sebelum dilakukan penambangan dilakukan studi secara matang untuk menentukan lahan yang memiliki cadangan ekonomis dan layak secara geologis.
Di kawasan Nursery Park, tanaman yang paling banyak dikembangbiakkan yakni kayu putih, kaliandra, tabebuya, lili paris, hingga ketapang mini. Sedangkan untuk pohon berukuran besar dipilih merbau, trembesi, saga, meranti, hingga gaharu. “Kami tanam di area bekas tambang untuk menyerap logam berat dan menetralkan pH air,” imbuhnya.
PTBA, juga membudidayakan tanaman yang bisa ditanam di rawa bekas tambang atau swampy forest. Sehingga pengolahan air tambang bisa dilakukan secara alami oleh tanaman. Keuntungannya, di masa depan untuk menaikkan pH air tak lagi menggunakan alat atau campuran obat. Swampy forest dikembangkan sejak 2022.
Pohon kayu putih dipilih untuk ditanam di lahan reklamasi karena selain mampu menyerap logam berat dan mengurangi emisi, juga memiliki nilai ekonomis. “Bisa dibudidayakan oleh masyarakat, kami pun memiliki pabrik minyak putih yang membantu penghasilan bagi masyarakat,” katanya.
Selain sebagai pusat penelitian dan pembibitan, Nursery Park difungsikan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Selain anak sekolah mulai dari TK hingga SMA, PTBA juga melakukan edukasi kepada masyarakat melalui karang taruna dan ibu-ibu PKK. Edukasi yang diberikan mencakup kegiatan pembibitan, cara penanaman, hingga cara merawat tanaman. PT BA juga mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara menggunakan kompos yang baik dan bisa menghasilkan pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Digitalisasi dan Komitmen Menurunkan Emisi
Di ruangan berukuran 5x7 meter persegi di dalam gedung dua lantai yang berdampingan dengan fasilitas perawatan kendaraan operasional tambang, Edo Kurniawan bersama lima rekannya terlihat fokus menatap layar komputer yang menampilkan grafik bergerak secara real time. Komputer Edo tersambung dengan tiga layar super besar yang berada di ruangan lebih luas di gedung Mine Control Center (MCC) itu. “Jika ada masalah di lapangan dan terdeteksi di layar ini, langsung kami laporkan,”ujar pria yang mulai bekerja di PTBA pada Agustus 2019 itu.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.
Pembibitan melalui kultur jaringan awalnya bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Sriwijaya (Unsri). Namun, sekarang PT BA sudah melakukannya sendiri. Menurut Ketut, dengan penerapan green mining yang terencana, PT BA berhasil menyelamatkan tanaman langka seperti anggrek, hingga bunga bangkai jenis Amorphophallus Gigas dan Armophopallus Titanum . “Sebelum menambang, kami lihat dulu tanaman apa yang bisa di selamatkan. Sehingga kami bisa menyelamatkan 80 jenis tanaman, termasuk 40 jenis Anggrek,”tegas Ketut. PT BA terus melakukan penelitian sehingga terpilih tanaman yang cocok untuk di tanam di lahan pascatambang.
Sebagai perusahaan pertambangan batu bara, PTBA merasa memiliki tanggung jawab besar terhadap kelestarian alam. Karenanya, perusahaan ini melaksanakan praktik penambangan dengan metode selective mining. Dengan metode ini, lahan yang ditambang bisa diminimalkan, karena sebelum dilakukan penambangan dilakukan studi secara matang untuk menentukan lahan yang memiliki cadangan ekonomis dan layak secara geologis.
Di kawasan Nursery Park, tanaman yang paling banyak dikembangbiakkan yakni kayu putih, kaliandra, tabebuya, lili paris, hingga ketapang mini. Sedangkan untuk pohon berukuran besar dipilih merbau, trembesi, saga, meranti, hingga gaharu. “Kami tanam di area bekas tambang untuk menyerap logam berat dan menetralkan pH air,” imbuhnya.
PTBA, juga membudidayakan tanaman yang bisa ditanam di rawa bekas tambang atau swampy forest. Sehingga pengolahan air tambang bisa dilakukan secara alami oleh tanaman. Keuntungannya, di masa depan untuk menaikkan pH air tak lagi menggunakan alat atau campuran obat. Swampy forest dikembangkan sejak 2022.
Pohon kayu putih dipilih untuk ditanam di lahan reklamasi karena selain mampu menyerap logam berat dan mengurangi emisi, juga memiliki nilai ekonomis. “Bisa dibudidayakan oleh masyarakat, kami pun memiliki pabrik minyak putih yang membantu penghasilan bagi masyarakat,” katanya.
Selain sebagai pusat penelitian dan pembibitan, Nursery Park difungsikan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Selain anak sekolah mulai dari TK hingga SMA, PTBA juga melakukan edukasi kepada masyarakat melalui karang taruna dan ibu-ibu PKK. Edukasi yang diberikan mencakup kegiatan pembibitan, cara penanaman, hingga cara merawat tanaman. PT BA juga mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara menggunakan kompos yang baik dan bisa menghasilkan pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Digitalisasi dan Komitmen Menurunkan Emisi
Di ruangan berukuran 5x7 meter persegi di dalam gedung dua lantai yang berdampingan dengan fasilitas perawatan kendaraan operasional tambang, Edo Kurniawan bersama lima rekannya terlihat fokus menatap layar komputer yang menampilkan grafik bergerak secara real time. Komputer Edo tersambung dengan tiga layar super besar yang berada di ruangan lebih luas di gedung Mine Control Center (MCC) itu. “Jika ada masalah di lapangan dan terdeteksi di layar ini, langsung kami laporkan,”ujar pria yang mulai bekerja di PTBA pada Agustus 2019 itu.
Lihat Juga :
tulis komentar anda