Jegal Pesaing, Google Langgar Aturan Antimonopoli di AS
Selasa, 06 Agustus 2024 - 08:38 WIB
Perselisihan hukum antara Google dan pemerintah AS diproyeksi masih akan berlangsung hingga tahun depan, atau bahkan 2026.
Saham Alphabet turun 4,5% pada hari Senin, di tengah kejatuhan saham teknologi karena pasar saham yang lebih luas mengalami kekhawatiran resesi. Iklan Google mencakup 77% dari total penjualan Alphabet pada tahun 2023.
Alphabet mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan banding atas putusan Mehta. "Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa kita seharusnya tidak diizinkan untuk membuatnya menjadi mudah tersedia," kata Google dalam sebuah pernyataan.
Jaksa Agung AS, Merrick Garland menyebut putusan itu "kemenangan bersejarah bagi rakyat Amerika,". Dimana Ia juga menambahkan, bahwa "tidak ada perusahaan - tidak peduli seberapa besar pengaruhnya - berada di atas hukum."
Sekretaris pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mengatakan, "putusan pro-persaingan adalah kemenangan bagi rakyat Amerika,". Diterangkan juga olehnya bahwa "orang Amerika berhak mendapatkan internet yang bebas, adil, dan terbuka untuk persaingan."
Kasus Google fokus pada anggapan pemerintah, bahwa mereka secara ilegal mendominasi pencarian online dengan mengadakan kontrak eksklusif bersama pembuat perangkat, operator seluler, dan perusahaan lain sehingga tidak ada peluang bagi perusahaan sejenis untuk bersaing.
Melalui pembayaran miliaran dolar setiap tahun kepada Apple, Samsung, atau operator seperti T-Mobile atau AT&T, Google mengamankan status default mesin pencarinya di ponsel dan browser web serta diduga menjamin kesuksesannya dengan merugikan pesaing.
Google tetap menjadi mesin pencari terkemuka di dunia dengan menguasai 90% pasar di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Sebagian besar berasal dari penggunaan seluler di iPhone dan ponsel yang menjalankan Android milik Google.
Selain ancaman pembubaran, Google juga menghadapi tuntutan serupa di Eropa. Perusahaan tersebut didenda lebih dari 8,2 miliar euro (USD8,8 miliar) karena berbagai pelanggaran antimonopoli. Namun keputusan tersebut sedang dalam proses banding.
Saham Alphabet turun 4,5% pada hari Senin, di tengah kejatuhan saham teknologi karena pasar saham yang lebih luas mengalami kekhawatiran resesi. Iklan Google mencakup 77% dari total penjualan Alphabet pada tahun 2023.
Alphabet mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan banding atas putusan Mehta. "Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa kita seharusnya tidak diizinkan untuk membuatnya menjadi mudah tersedia," kata Google dalam sebuah pernyataan.
Jaksa Agung AS, Merrick Garland menyebut putusan itu "kemenangan bersejarah bagi rakyat Amerika,". Dimana Ia juga menambahkan, bahwa "tidak ada perusahaan - tidak peduli seberapa besar pengaruhnya - berada di atas hukum."
Sekretaris pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mengatakan, "putusan pro-persaingan adalah kemenangan bagi rakyat Amerika,". Diterangkan juga olehnya bahwa "orang Amerika berhak mendapatkan internet yang bebas, adil, dan terbuka untuk persaingan."
Bayar Miliaran Dolar AS
Mehta mencatat bahwa Google telah membayar USD26,3 miliar, hanya pada tahun 2021 saja untuk memastikan bahwa mesin pencarinya default pada smartphone dan browser, dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya yang dominan.Kasus Google fokus pada anggapan pemerintah, bahwa mereka secara ilegal mendominasi pencarian online dengan mengadakan kontrak eksklusif bersama pembuat perangkat, operator seluler, dan perusahaan lain sehingga tidak ada peluang bagi perusahaan sejenis untuk bersaing.
Melalui pembayaran miliaran dolar setiap tahun kepada Apple, Samsung, atau operator seperti T-Mobile atau AT&T, Google mengamankan status default mesin pencarinya di ponsel dan browser web serta diduga menjamin kesuksesannya dengan merugikan pesaing.
Google tetap menjadi mesin pencari terkemuka di dunia dengan menguasai 90% pasar di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Sebagian besar berasal dari penggunaan seluler di iPhone dan ponsel yang menjalankan Android milik Google.
Selain ancaman pembubaran, Google juga menghadapi tuntutan serupa di Eropa. Perusahaan tersebut didenda lebih dari 8,2 miliar euro (USD8,8 miliar) karena berbagai pelanggaran antimonopoli. Namun keputusan tersebut sedang dalam proses banding.
Lihat Juga :
tulis komentar anda