Sri Mulyani Cs Disebut Frustasi Kelola Ekonomi, Nih Penjelasan Faisal Basri
Kamis, 01 Oktober 2020 - 18:07 WIB
JAKARTA - Ekonom Senior INDEF Faisal Basri memberikan sentilan kepada pengendali kebijakan ekonomi di Indonesia. Tak terkecuali Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati hingga Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
(Baca Juga: Sri Mulyani Akui Covid-19 Bikin Masalah Ekonomi Terekspos ke Publik )
Faisal menilai pemerintah frustasi dalam mengelola ekonomi di tengah pandemi virus corona (covid-19). Sebab, para pengendali kebijakan ini tidak memiliki cukup kuasa untuk mengkontrol dan mengatasi sumber masalah dari covid ini
“Jadi apa yang menjadi masalah sekarang. Pengendali kebijakan ekonomi di pemerintahan. Analisis saya rada frustasi mengelola ekonomi ini. Karena mereka tidak kuasa untuk mengontrol dan melakukan apapun dalam mengatasi sumber masalah yakni covid,” ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (1/10/2020).
Oleh karena itu lanjut Faisal Basri, pemerintah akhirnya memilih untuk mengambil jalan pintas dalam menangani pandemi ini. Karena instrumen yang ada saat ini tidak cukup untuk menangani covid.
(Baca Juga: Sri Mulyani Utak Atik Risiko Demi Kejar Pertumbuhan Ekonomi 2021 )
Akhirnya, instrumen yang ada saat ini menggerus uang uang dimiliki negara. Faisal mengibaratkan para pengendali kebijakan ekonomi ini sebagai pemadam kebakaran yang mana, jika terus menerus airnya digunakan untuk memadamkan api akan habis juga
“Mereka tidak punya instrumen, mereka punya semua instrumen tapi tidak punya yang untuk covid ini. Sehingga mereka jadi pemadam kebakaran yang mana logsistik tergerus. Oleh karena itu mereka mencari instrumen-instrumen lain yang belum ada dalam bentuk ya itu tadi penguatan pemerintah untuk mengambil alih segala instrumen dimungkinkan secara lebih cepat,” jelasnya.
(Baca Juga: Sri Mulyani Menjawab Proyeksi Negatif Bank Dunia )
Menurut Faisal pemerintah beralasan untuk merevisi UU BI ini karena adanya koordinasi yang kurang terjalin di reformasi keuangan. Padahal selama ini ada anggota ex officio dari Kementerian Keuangan untuk mempermudah koordinasi. "OJK ada ex officio dari Menkeu dan BI, jadi sebetulnya saya menjadi heran membaca rilis Menkeu yang bilang ada masalah basis data, chek balance lembaga," ungkap Faisal.
(Baca Juga: Sri Mulyani Akui Covid-19 Bikin Masalah Ekonomi Terekspos ke Publik )
Faisal menilai pemerintah frustasi dalam mengelola ekonomi di tengah pandemi virus corona (covid-19). Sebab, para pengendali kebijakan ini tidak memiliki cukup kuasa untuk mengkontrol dan mengatasi sumber masalah dari covid ini
“Jadi apa yang menjadi masalah sekarang. Pengendali kebijakan ekonomi di pemerintahan. Analisis saya rada frustasi mengelola ekonomi ini. Karena mereka tidak kuasa untuk mengontrol dan melakukan apapun dalam mengatasi sumber masalah yakni covid,” ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (1/10/2020).
Oleh karena itu lanjut Faisal Basri, pemerintah akhirnya memilih untuk mengambil jalan pintas dalam menangani pandemi ini. Karena instrumen yang ada saat ini tidak cukup untuk menangani covid.
(Baca Juga: Sri Mulyani Utak Atik Risiko Demi Kejar Pertumbuhan Ekonomi 2021 )
Akhirnya, instrumen yang ada saat ini menggerus uang uang dimiliki negara. Faisal mengibaratkan para pengendali kebijakan ekonomi ini sebagai pemadam kebakaran yang mana, jika terus menerus airnya digunakan untuk memadamkan api akan habis juga
“Mereka tidak punya instrumen, mereka punya semua instrumen tapi tidak punya yang untuk covid ini. Sehingga mereka jadi pemadam kebakaran yang mana logsistik tergerus. Oleh karena itu mereka mencari instrumen-instrumen lain yang belum ada dalam bentuk ya itu tadi penguatan pemerintah untuk mengambil alih segala instrumen dimungkinkan secara lebih cepat,” jelasnya.
(Baca Juga: Sri Mulyani Menjawab Proyeksi Negatif Bank Dunia )
Menurut Faisal pemerintah beralasan untuk merevisi UU BI ini karena adanya koordinasi yang kurang terjalin di reformasi keuangan. Padahal selama ini ada anggota ex officio dari Kementerian Keuangan untuk mempermudah koordinasi. "OJK ada ex officio dari Menkeu dan BI, jadi sebetulnya saya menjadi heran membaca rilis Menkeu yang bilang ada masalah basis data, chek balance lembaga," ungkap Faisal.
(akr)
tulis komentar anda