Solidaritas dan Kerukunan Antarumat sebagai Perwujudan SDG16 Indonesia

Jum'at, 04 Desember 2020 - 00:33 WIB
Pemerintah memandang perlu mengajak bersama komponen bangsa untuk menciptakan masyarakat yang damai dengan melakukan pencegahan kekerasan, mewujudkan masyarakat adil dengan menyelesaikan masalah keadilan yang timbul dimasa pandemic, mencegah stigma dan diskriminasi, serta mempromosikan masyarakat yang inklusif agar tidak ada satupun orang yang tertinggal di belakang (no one left behind)

Situasi kerentanan yang dihadapi sebagian kelompok masyarakat bisa membuat mereka beresiko terdampak lebih berat akibat pandemi Covid-19. Bagaimana mengatasi rasa ketidakadilan yang ada sebelum atau sesudah pandemi menjadi pembahasan dalam talkshow Webinar yang dipandu oleh Santi Kusumaningrum, dari PUSKAPA UI.

Talskhow menghadirkan empat pembicara: Alissa Wahid, Duta SDGs Indonesia dan Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Dio Ashar Wicaksana – Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society, Desiana Samosir – Executive Board Temu Kebangsaan Orang Muda, dan Lian Gogali –Institut Mosintuwu untuk Gerakan Lintas Agama di Poso.

Sebagai duta SGDs, Alissa Wahid menyampaikan, bahwa tujuan goal 16, yaitu terwujudnya perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat) merupakan PR global. Problem kerentanan yang dihadapi masyarakat saat ini tidak hanya permasalahan agama, tapi juga kemiskinan, akses pendidikan, dan kesehatan yang berkaitan dengan masalah perdamaian dan keadilan.

(Baca Juga: Pembiayaan Non-Pemerintah untuk SDGs Diperkirakan Semakin Tinggi )

Misalnya, lanjut Alissa, kerentanan yang dialami anak perempuan akan menimbulkan akses pendidikan bagi mereka berkurang. Demikian juga problem nikah di bawah usia akan berpotensi menimbulkan kesehatan ibu yang buruk, yang bisa mengakibatkan terjadinya stunting, kualitas keluarga yang buruk, dan kemiskinan.

“Di antara lima konsep pilar dalam SDGs adalah pilar perdamaian. Pilar ini harus membawa kesejahteraan (kemaslahatan) bagi manusia, dan perdamaian tidak akan terwujud tanpa adanya perdamaian dan kerjasama. Perdamaian dan keadilan tidak bisa dipisahkan. Seperti pesan Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi. Tidak mungkin bisa mendapatkan perdamaian yang berkelanjutan kalau tidak ada keadilan,” terang Alissa.

Menurutnya, kelompok minoritas agama sekarang ini mengalami tantangan yang lebih besar. Antara lain, hak konstitusi kelompok agama dan kepercayaan yang belum terlindungi atau terpenuhi secara utuh.

“Belakangan ini, Indonesia menghadapi tantangan mayoritarianisme, padahal negara ini tidak dibangun di atas teori konflik yang biasanya kelompok mayoritas sebagai pemenangnya, tapi dibangun di atas kontrak social berupa konstitusi, yang di dalamnya tedapat Pancasila sebagai nilai bersama. Karena itu, hak warga negara menjadi setara tidak memandang mayoritas atau minoritas,” tambahnya.

Desiana Samosir, Executive Board dari Temu Kebangsaan Orang Muda (Tembang Muda), dalam talkshow ini membagikan pengalamannya tentang kerjasama lintas agama dalam merespon Covid-19 melalui gerakan jaringan lintas Iman untuk Covid-19 (JIC). Tujuan gerakan ini adalah menggalang sumber daya solidaritas masyarakat dan menyalurkan bantuan bagi para warga yang terabaikan atau belum tersentuh oleh bantuan pemerintah.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More