Gawattt….. RPP Cipta Kerja Sektor Kehutanan Bebani Petani Sawit
Rabu, 23 Desember 2020 - 17:58 WIB
Keenam, RPP Sanksi Administrasi tersebut bertentangan dengan UU Cipta Kerja karena membuka ruang untuk tetap melanjutkan penyidikan atas dugaan kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan yang dilaksanakan sebelum terbitnya UU Cipta Kerja.
(Baca juga:Remajakan Kebun Sawit, BPDPKS Gelontorkan Dana Rp5,19 Triliun)
“Padahal ketentuan dalam UU Cipta Kerja telah dengan tegas menentukan sanksi terhadap kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan yang dilaksanakan sebelum terbitnya UU Cipta Kerja adalah sanksi administratif, bukan sanksi pidana,” jelas Samuel Hutasoit, Anggota Dewan Pakar Bidang Hukum DPP Apkasindo.
Atas dasar itulah, Apkasindo mengusulkan mengeluarkan seluruh areal kebun sawit (eksisting) dari Kawasan Hutan yang masih dalam tahap penunjukan, tahap penataan batas, tahap pemetaan berdasarkan tanda bukti hak berupa Surat Tanda Daftar Budidaya, Hak-Hak Adat, Tanda bukti Jual Beli lahan Pekebun dan Tanda Bukti Hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.
(Baca juga:Pungutan Dana Ekspor Sawit Bisa Capai Rp45 Triliun di 2021)
Selanjutnya, definisi perizinan berusaha diperluas termasuk di antaranya Surat Tanda Daftar Budidaya, Hak-Hak Adat, Tanda bukti Jual Beli lahan Pekebun dan Tanda Bukti Hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.
Usulan berikutnya adalah memasukkan Hak dan Kepentingan Rakyat yang terindikasi dalam Kawasan hutan ke dalam penyusunan RPP dengan membuat pasal-pasal khusus tentang penyelesaian Kepemilikan Lahan Pekebun Sawit. Selain itu, pemerintah dapat memfasilitasi dan mempermudah proses penyelesaian klaim kawasan hutan.
(Baca juga:Remajakan Kebun Sawit, BPDPKS Gelontorkan Dana Rp5,19 Triliun)
“Padahal ketentuan dalam UU Cipta Kerja telah dengan tegas menentukan sanksi terhadap kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan yang dilaksanakan sebelum terbitnya UU Cipta Kerja adalah sanksi administratif, bukan sanksi pidana,” jelas Samuel Hutasoit, Anggota Dewan Pakar Bidang Hukum DPP Apkasindo.
Atas dasar itulah, Apkasindo mengusulkan mengeluarkan seluruh areal kebun sawit (eksisting) dari Kawasan Hutan yang masih dalam tahap penunjukan, tahap penataan batas, tahap pemetaan berdasarkan tanda bukti hak berupa Surat Tanda Daftar Budidaya, Hak-Hak Adat, Tanda bukti Jual Beli lahan Pekebun dan Tanda Bukti Hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.
(Baca juga:Pungutan Dana Ekspor Sawit Bisa Capai Rp45 Triliun di 2021)
Selanjutnya, definisi perizinan berusaha diperluas termasuk di antaranya Surat Tanda Daftar Budidaya, Hak-Hak Adat, Tanda bukti Jual Beli lahan Pekebun dan Tanda Bukti Hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.
Usulan berikutnya adalah memasukkan Hak dan Kepentingan Rakyat yang terindikasi dalam Kawasan hutan ke dalam penyusunan RPP dengan membuat pasal-pasal khusus tentang penyelesaian Kepemilikan Lahan Pekebun Sawit. Selain itu, pemerintah dapat memfasilitasi dan mempermudah proses penyelesaian klaim kawasan hutan.
(dar)
tulis komentar anda