Hati-hati! Modus Mafia Sertifikat Tanah Tambah Ngeri
Rabu, 10 Februari 2021 - 15:12 WIB
"Ada juga pemerasan proses ganti kerugian tanah. Biasanya pemerintah melalui appraisal akan menetapkan bahwa harga pembelian yang berbeda. Contohnya harga rumah dan bangunan Rp1,5 juta per meter, Tanah Kering/Pekarangan dibeli Rp1 juta per meter dan Tanah Sawah 120 ribu per meter," tuturnya.
Selisih dari harga yang jauh tersebut yang telah membuat banyak oknum dapat memeras harga ganti kerugian kepada rakyat. Misalnya dengan menetapkan tanah pekarangan sebagai sawah jika tidak mau memberi fee. Dia juga menambahkan ada juga permasalahan HGU tidak sesuai luas kebun. Banyak perkebunan negara ataupun swasta merambah tanah masyarakat dan hutan. Meskipun HGU yang tercatat tidak lebih luas dari kenyataan kebun di lapangan. "Banyak pelanggaran semacam ini dibiarkan dan tidak ditertibkan karena memberikan upeti rutin kepada pejabat dan aparat," kata dia
Dengan iklim korporasi yang buruk, sisa luas tanah yang tidak ber-HGU dengan mudah dapat dipakai dalam proses mempertahankan jabatan, menutupi target produksi yang tidak tercapai dalam kebun yang ber-HGU, dan bancakan pejabat perkebunan guna lobby politik, sumbangan parpol, preman dan lain sebagainya.
"Dan terakhir yakni penggunaan untuk tanah KSO. Banyak BUMN dan Perum di bidang SDA melakukan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan pihak ketiga yang sebenarnya perusahaan atau koperasi yang melakukan KSO tersebut berhubungan dengan pejabat-pejabat perkebunan itu sendiri," jelasnya.
Serta, kata dia, banyak perkebunan negara melakukan kerjasama sama operasional yang sesungguhnya terhitung merugikan atau terlampau murah tapi terus saja dilanjutkan. "Karena pihak ketiga itu yang sesungguhnya adalah atau kroni mereka," tandas dia.
Lihat Juga: Dino Patti Djalal Sentil Natalius Pigai Gegara Minta Anggaran Rp20 Triliun: Tidak Masuk Akal
Baca Juga
Selisih dari harga yang jauh tersebut yang telah membuat banyak oknum dapat memeras harga ganti kerugian kepada rakyat. Misalnya dengan menetapkan tanah pekarangan sebagai sawah jika tidak mau memberi fee. Dia juga menambahkan ada juga permasalahan HGU tidak sesuai luas kebun. Banyak perkebunan negara ataupun swasta merambah tanah masyarakat dan hutan. Meskipun HGU yang tercatat tidak lebih luas dari kenyataan kebun di lapangan. "Banyak pelanggaran semacam ini dibiarkan dan tidak ditertibkan karena memberikan upeti rutin kepada pejabat dan aparat," kata dia
Dengan iklim korporasi yang buruk, sisa luas tanah yang tidak ber-HGU dengan mudah dapat dipakai dalam proses mempertahankan jabatan, menutupi target produksi yang tidak tercapai dalam kebun yang ber-HGU, dan bancakan pejabat perkebunan guna lobby politik, sumbangan parpol, preman dan lain sebagainya.
"Dan terakhir yakni penggunaan untuk tanah KSO. Banyak BUMN dan Perum di bidang SDA melakukan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan pihak ketiga yang sebenarnya perusahaan atau koperasi yang melakukan KSO tersebut berhubungan dengan pejabat-pejabat perkebunan itu sendiri," jelasnya.
Serta, kata dia, banyak perkebunan negara melakukan kerjasama sama operasional yang sesungguhnya terhitung merugikan atau terlampau murah tapi terus saja dilanjutkan. "Karena pihak ketiga itu yang sesungguhnya adalah atau kroni mereka," tandas dia.
Lihat Juga: Dino Patti Djalal Sentil Natalius Pigai Gegara Minta Anggaran Rp20 Triliun: Tidak Masuk Akal
(nng)
tulis komentar anda