Reformasi Subsidi Energi Memberikan Ruang Fiskal di APBN
Kamis, 17 Maret 2022 - 18:58 WIB
Subsidi listrik golongan rumah tangga bersifat lebih progresif karena lebih tepat sasaran untuk pengguna daya 900 VA (miskin dan rentan) berdasar DTKS. Namun pada kenyataannya, masih dinikmati oleh golongan mampu yang menerima manfaat lebih besar karena konsumsi listrik lebih tinggi.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan, jika berbicara masalah G20 dan transisi energi dalam Presidensi G20, Indonesia juga tetap dalam tiga isu utama. Masalah kesehatan global yang belum kondusif, transformasi ekonomi berbasis digital, kemudian transisi menuju energi yang berkelanjutan.
Dalam menyikapi transisi energi menuju pemulihan dan produktivitas berkelanjutan, yakni dengan memperkuat energi bersih global dan juga transisi yang adil. Salah satunya melalui sekuritas acceptibilitas energy. Pemerintah juga mengejar kemajuan acceptibilitas dengan tidka meninggalkan hak siapa pun.
"Kemudian menuju energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan juga modern untuk semuanya khusunya untuk cooking dan elektrifikasi," kata Edi.
Kemudian isu regional tematik akses dan transisi energi di negara-negara kepulauan. Ke depan, semua pihak perlu memikirkan peningkatan teknologi cerdas dan bersih. Pemerintah perlu memperluas teknologi untuk mengatisipasi tantangan transisi energi di masa depan termasuk transisi energi yang berpusat pada manusia.
"Meningkatnya pemerintahan untuk menyimpan energi dan juga sistem energi yang rendah emisi juga pengembangan industri bersih juga pengembangan transfer teknologi," kata dia.
Policy Advisor and Lead, Indonesia, International Institute for Sustainable Development, Lourdes Sanchez mengungkapkan, reformasi subsidi energi harus terus dilakukan. Kata dia, subsidi energi lebih baik diberikan untuk energi baru terbarukan daripada untuk bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan.
Chief Economist Ministry of Ecological Transition of Italy, Aldo Ravazzi menambahkan, permasalahan di Indonesia dan Italia cukup serupa terkait permasalahan dalam melakukan transisi energi. Apabila ingin mencapai transisi energi, penting sekali mempertimbangkan reformasi enegi dalam kerangka berpikir yang luas.
Kata dia, kita perlu mencoba untuk melihat bagaimana mereformasi subsidi bahan bakar fosil dan secara umum juga subtitusi subsidi memengaruhi lingkungan. Ini adalah element yang sangat penting. Kita juga harus menggunakan kerangka ekologis karena kita perlu juga menghadapi dan memecahkan isu-isu yang teknis.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan, jika berbicara masalah G20 dan transisi energi dalam Presidensi G20, Indonesia juga tetap dalam tiga isu utama. Masalah kesehatan global yang belum kondusif, transformasi ekonomi berbasis digital, kemudian transisi menuju energi yang berkelanjutan.
Dalam menyikapi transisi energi menuju pemulihan dan produktivitas berkelanjutan, yakni dengan memperkuat energi bersih global dan juga transisi yang adil. Salah satunya melalui sekuritas acceptibilitas energy. Pemerintah juga mengejar kemajuan acceptibilitas dengan tidka meninggalkan hak siapa pun.
"Kemudian menuju energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan juga modern untuk semuanya khusunya untuk cooking dan elektrifikasi," kata Edi.
Kemudian isu regional tematik akses dan transisi energi di negara-negara kepulauan. Ke depan, semua pihak perlu memikirkan peningkatan teknologi cerdas dan bersih. Pemerintah perlu memperluas teknologi untuk mengatisipasi tantangan transisi energi di masa depan termasuk transisi energi yang berpusat pada manusia.
"Meningkatnya pemerintahan untuk menyimpan energi dan juga sistem energi yang rendah emisi juga pengembangan industri bersih juga pengembangan transfer teknologi," kata dia.
Policy Advisor and Lead, Indonesia, International Institute for Sustainable Development, Lourdes Sanchez mengungkapkan, reformasi subsidi energi harus terus dilakukan. Kata dia, subsidi energi lebih baik diberikan untuk energi baru terbarukan daripada untuk bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan.
Chief Economist Ministry of Ecological Transition of Italy, Aldo Ravazzi menambahkan, permasalahan di Indonesia dan Italia cukup serupa terkait permasalahan dalam melakukan transisi energi. Apabila ingin mencapai transisi energi, penting sekali mempertimbangkan reformasi enegi dalam kerangka berpikir yang luas.
Kata dia, kita perlu mencoba untuk melihat bagaimana mereformasi subsidi bahan bakar fosil dan secara umum juga subtitusi subsidi memengaruhi lingkungan. Ini adalah element yang sangat penting. Kita juga harus menggunakan kerangka ekologis karena kita perlu juga menghadapi dan memecahkan isu-isu yang teknis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda