Rumitnya Melangsingkan Truk Obesitas
Minggu, 10 April 2022 - 09:39 WIB
Kenapa hal itu terjadi, menurut Agus, karena selama ini antara UU Jalan dengan UU Lalu Lintas tidak pernah sinkron. “Di pasal 19 UU Lalu Lintas tentang Kelas Jalan, dikaitkan dengan fungsi jalan, dikaitkan status jalan, tidak pernah ketemu. Jadi, masalah ODOL ini tidak akan pernah bisa diselesaikan. Mau diselesaikan pakai apa?” ucapnya.
Suripno dari Indonesia Road Safety Partnership (IRSP) juga mempertanyakansoal siapa yang sebenarnya yang bertanggung jawab menetapkan kelas jalan itu. Karena menurutnya, sesuai undang-undang, yang menetapkan kelas jalan itu adalah Menteri PUPR. Tapi, lanjutnya, tidak ada kata-kata yang menjelaskan bahwa yang ditetapkan itu untuk membangun jalannya atau untuk pelarangan penggunaan jalannya juga.
“Akibatnya, terjadinya masalah sampai sekarang, di mana PU menetapkan kelasnya dan Menteri Perhubungan yang harus menetapkan larangan penggunaan berdasarkan kelas jalannya. Tapi, ini juga tidak dijalankan. Akhirnya, yang terjadi adalah akan sulit mencari jalan yang sudah punya kelasnya. Itu sama dengan mencari jarum dalam jerami sulitnya,” ujarnya.
Ketua Dewan Pakar Ikatan Penguji Kendaraan Indonesia (IPKBI), Dwi Wahyono Syamhudi, bahkan mengakui bahwa dari aspek pengujian kendaraannya lebih membingungkan lagi. Hal itu disebabkan pengujian kendaraan itu selalu menetapkan daya angkut berdasarkan kelas jalan terendah yang boleh dilalui.
“Sekarang kalau kelas jalannya nggak ada karena tidak ada rambu juga. Terus, bagaimana mengatakan bahwa truk itu overload atau tidak, kalau kelas jalannya saja nggak ada,” tukasnya.
Menurut Dwi tidak mudah untuk menerapkan Zero ODOL. Para pemangku kepentingan harus membenahi semua permasalahan dulu secara simultan. Seluruh komponen transportasi juga harus, sehingga pada saat dilakukan penertiban ODOL, pelanggaran muatan bisa dilakukan dengan baik dan dan selaras.
Suripno dari Indonesia Road Safety Partnership (IRSP) juga mempertanyakansoal siapa yang sebenarnya yang bertanggung jawab menetapkan kelas jalan itu. Karena menurutnya, sesuai undang-undang, yang menetapkan kelas jalan itu adalah Menteri PUPR. Tapi, lanjutnya, tidak ada kata-kata yang menjelaskan bahwa yang ditetapkan itu untuk membangun jalannya atau untuk pelarangan penggunaan jalannya juga.
“Akibatnya, terjadinya masalah sampai sekarang, di mana PU menetapkan kelasnya dan Menteri Perhubungan yang harus menetapkan larangan penggunaan berdasarkan kelas jalannya. Tapi, ini juga tidak dijalankan. Akhirnya, yang terjadi adalah akan sulit mencari jalan yang sudah punya kelasnya. Itu sama dengan mencari jarum dalam jerami sulitnya,” ujarnya.
Ketua Dewan Pakar Ikatan Penguji Kendaraan Indonesia (IPKBI), Dwi Wahyono Syamhudi, bahkan mengakui bahwa dari aspek pengujian kendaraannya lebih membingungkan lagi. Hal itu disebabkan pengujian kendaraan itu selalu menetapkan daya angkut berdasarkan kelas jalan terendah yang boleh dilalui.
“Sekarang kalau kelas jalannya nggak ada karena tidak ada rambu juga. Terus, bagaimana mengatakan bahwa truk itu overload atau tidak, kalau kelas jalannya saja nggak ada,” tukasnya.
Menurut Dwi tidak mudah untuk menerapkan Zero ODOL. Para pemangku kepentingan harus membenahi semua permasalahan dulu secara simultan. Seluruh komponen transportasi juga harus, sehingga pada saat dilakukan penertiban ODOL, pelanggaran muatan bisa dilakukan dengan baik dan dan selaras.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda