Pengembangan Blue dan Green Ammonia untuk Kurangi Emisi Karbon
Rabu, 16 November 2022 - 18:20 WIB
“Melalui revitalisasi industri pupuk, kami telah membangun pabrik Pupuk Kaltim-5 di Bontang, Pusri-IIB di Palembang, dan Amurea II di Gresik. Pabrik baru dengan teknologi terbaru ini mengelola efisiensi energi dan mengarahkan kami untuk memenuhi target NDC dibandingkan dengan bisnis seperti biasa,” imbuh Nugroho.
Pengembangan blue ammonia sendiri sangat bergantung pada carbon capture and storage (CCS) atau carbon capture utilization and storage (CCUS). IEA menyatakan bahwa penerapan CCS dapat menurunkan emisi dari produksi amonia sebesar 65% hingga 70%.
Dengan jumlah yang besar ini, dapat dikatakan bahwa CCS diperlukan untuk pengembangan blue ammonia. PI telah mempelajari ketersediaan lokasi penyimpanan karbon di Indonesia dan menempatkan proyek blue ammonia yang akan dikembangkan di dekat lokasi tersebut.
Selain inisiasi di atas, Pupuk Indonesia juga mengembangkan kawasan berbasis energi bersih, KEK Arun dan Kluster Industri Hijau IMIA, merupakan dua proyek PI di Aceh. Pengembangan KEK Arun telah ditetapkan dengan PP No. 5 Tahun 2017 dan akan dikembangkan oleh konsorsium Pupuk Indonesia, Pertamina, Pelindo, dan Badan Usaha Milik Daerah Aceh.
Pupuk Indonesia akan memimpin pengembangan KEK Arun. Bersama PLN, Pupuk Indonesia juga akan mengembangkan zona kimia bernama Green Industry Cluster IMIA seluas 130 ha dan akan membangun pabrik baru blue dan green ammonia di zona ini.
Nugroho menyampaikan beberapa tantangan dalam pengembangan blue dan green ammonia, di antaranya kebutuhan dukungan regulasi dan kebijakan implementasi CCS untuk industri, integrasi pengembangan green ammonia dengan sumber EBT, insentif finansial agar produk amonia tetap kompetitif di pasar global karena produk ini merupakan produk komoditas dan pentingnya riset-riset CCS yang lebih advanced serta sertifikasi low-carbon ammonia untuk perdagangan energi internasional.
“Kami percaya bahwa dengan semua inisiatif di atas kami mendukung pencapaian target NDC pada tahun 2030 dan 2060. Aksi perubahan iklim yang lebih intensif memerlukan kolaborasi seluruh stakeholders terkait, Let's take stronger climate action together,” pungkasnya.
Pengembangan blue ammonia sendiri sangat bergantung pada carbon capture and storage (CCS) atau carbon capture utilization and storage (CCUS). IEA menyatakan bahwa penerapan CCS dapat menurunkan emisi dari produksi amonia sebesar 65% hingga 70%.
Dengan jumlah yang besar ini, dapat dikatakan bahwa CCS diperlukan untuk pengembangan blue ammonia. PI telah mempelajari ketersediaan lokasi penyimpanan karbon di Indonesia dan menempatkan proyek blue ammonia yang akan dikembangkan di dekat lokasi tersebut.
Selain inisiasi di atas, Pupuk Indonesia juga mengembangkan kawasan berbasis energi bersih, KEK Arun dan Kluster Industri Hijau IMIA, merupakan dua proyek PI di Aceh. Pengembangan KEK Arun telah ditetapkan dengan PP No. 5 Tahun 2017 dan akan dikembangkan oleh konsorsium Pupuk Indonesia, Pertamina, Pelindo, dan Badan Usaha Milik Daerah Aceh.
Pupuk Indonesia akan memimpin pengembangan KEK Arun. Bersama PLN, Pupuk Indonesia juga akan mengembangkan zona kimia bernama Green Industry Cluster IMIA seluas 130 ha dan akan membangun pabrik baru blue dan green ammonia di zona ini.
Nugroho menyampaikan beberapa tantangan dalam pengembangan blue dan green ammonia, di antaranya kebutuhan dukungan regulasi dan kebijakan implementasi CCS untuk industri, integrasi pengembangan green ammonia dengan sumber EBT, insentif finansial agar produk amonia tetap kompetitif di pasar global karena produk ini merupakan produk komoditas dan pentingnya riset-riset CCS yang lebih advanced serta sertifikasi low-carbon ammonia untuk perdagangan energi internasional.
“Kami percaya bahwa dengan semua inisiatif di atas kami mendukung pencapaian target NDC pada tahun 2030 dan 2060. Aksi perubahan iklim yang lebih intensif memerlukan kolaborasi seluruh stakeholders terkait, Let's take stronger climate action together,” pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda