Konflik Bisnis Keluarga Bisa Hancurkan Usaha Puluhan Tahun

Jum'at, 17 Juli 2020 - 09:46 WIB
loading...
A A A
Untuk itu ada teknik yang sering digunakan, yaitu membangun artefak atau simbol-simbol warisan sang pendiri. Selain berbentuk fisik, ini juga dapat dalam bentuk habbit atau slogan. Bila semua disatukan akan terlihat sebuah visi, misi, dan budaya yang diwariskan. "Ini penting bila perusahaan keluarga ingin maju dan sustainable atau jangka panjang," papar Wahyu.

Ada juga opsi yang menggunakan pendekatan kemampuan profesionalisme dibanding status keluarga. Penghargaan berdasarkan kompetensi jadi lebih penting. Namun bila dipilah-pilah begitu juga akan memicu konflik baru lagi sehingga bila dipisahkan justru bercampur dengan sentimen yang kemudian menjadi bibit perpecahan. "Sebaiknya harus tegas saja, dipisahkan dari pihak keluarga. Bila mau bisnis bangun sendiri akan lebih nyaman," ujarnya. (Baca juga: AS Tes Rudak Hipersonik yang Melesat 17 Kali dari Kecepatan Suara)

Dalam kasus Sinarmas dirinya mengakui masalahnya ibarat api dalam sekam. Banyak orang sudah memprediksi akan muncul kobaran api suatu saat nanti seperti saat ini. Korban terbesar tentu saja adalah nama dan reputasi. Karena reputasi dibangun dengan kehandalan Sinarmas melewati waktu panjang.

Namun risikonya kini di mata masyarakat Sinarmas tidak bisa menangani konflik. Dampak langsungnya akan ada penurunan kepercayaan lalu berlanjut pengurangan revenue. Bahkan harga saham langsung drop. Perusahaan akan diliputi ketidakpastian dan penurunan kepercayaan.

Sebaiknya masalah seperti ini diselesaikan di dalam atau secara internal. Tapi ternyata kabarnya keluar dan saling merugikan. Langkah terbaik kini adalah dengan konsensus menggunakan konsultan arbitrase yang mampu mendamaikan.

"Momen ini adalah ujian sekaligus pendidikan kultur. Ujian bagi sebuah ikatan kekeluargaan. Bila berhasil lulus, tentu akan lebih kuat ikatannya. Karena ada bukti mereka bisa menyelesaikan konflik. Ini saat penentuannya," kata Wahyu. (Baca juga: Anies Minta Masyarakat Tidak Anggap remeh Kasus Covid-19)

Dimata pengamat bisnis Yuswohady karakter perusahaan keluarga lebih kompleks. Setidaknya ada tiga bentuk pengelolaan. Pertama bisnis dikelola profesional, kedua keluarga yang terlibat sebagian atau seluruhnya pada posisi tertentu. "Ketiga berbentuk ownership atau saham yang dibagi. Ini seperti perusahaan keluarga Sinarmas," papar Yuswohady.

Untuk model pertama menurutnya belum kompleks karena dimiliki generasi orangtua. Lalu masuk generasi kedua, ketiga, hingga keempat sehingga ini artinya ranting dari pohon keluarga semakin banyak bahkan hingga keponakan dan cucu.

Perusahaan keluarga pada umumnya menjadi rumit, khususnya di Indonesia mayoritas, kata Yuswo, karena tidak direncanakan secara matang. Awalnya hanya UKM sederhana namun terus sukses dan berkembang. Hal ini jarang direncanakan sejak awal. Terlebih bagi generasi yang lahir era 70an 80an yang minim pendidikan bisnis modern.

Namun generasi pebisnis di 90an mulai sudah paham bisnis bahkan khusus kuliah ke luar negeri. "Biasanya founder awalnya hanya enterpreneur yang modal nekat. Tapi model ini yang seringkali berhasil. Setelah usahanya semakin besar mungkin diatur, tapi pemilik mungkin tidak menyangka sizenya akan begitu," katanya. (Lihat videonya: Heboh! Pedagang Angkringan Cantik di Sragen Bikin Pembeli Gagal Fokus)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1711 seconds (0.1#10.140)