MRT Bukan Sekadar Bisnis Transportasi Biasa, MRTJ Accel Diluncurkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - President Director MRT Jakarta William Sabandar membuka peluncuran program MRTJ Accel secara resmi hari ini. Dia mengatakan, bisnis MRT bukan hanya sekadar bisnis transportasi biasa. Program MRTJ Accel adalah program kolaborasi antara MRT dan perusahaan startup teknologi untuk memberdayakan ekonomi digital, dengan membuat produk bisnis dan jasa komersil yang akan berdampak sosial lewat platform MRT.
"Saya mengenalkan business formula 3+3. Lifestyle, collaboration, and innovation sebagai 'tiga' yang pertama. Sejak MRT Jakarta beroperasi, ini bukan hanya sekadar transport bisnis, tapi juga memunculkan euforia bahwa Indonesia punya MRT, sebagai simbol Indonesia baru yang ada perubahan budaya, yang tadinya naik transport tidak berbudaya, menjadi bisa antri, disiplin, dan saling respect satu sama lain," ungkap William dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat(7/8/2020).
(Baca Juga: MRT Fase Dua Mulai Dibangun Akhir Juli 2020, Telan Biaya Rp22,5 Triliun )
Hal ini juga terkait dengan pengalaman orang yang instrumennya adalah MRT. Berbicara soal lifestyle, William mengatakan, bahwa semua orang kalau datang ke Jakarta ingin merasakan naik MRT.
"Kalau lifestyle, kita tidak bisa sendiri, harus berkolaborasi. Membawa experience itu adalah dengan inovasi. Kerjasama dengan startup itu adalah inovasi untuk memaksimalkan fungsi yang telah dijalankan MRT Jakarta," tambahnya.
Untuk 'tiga' yang selanjutnya, MRT Jakarta memperkenalkan business beyond normal sebagai yang pertama. "Kita tidak bisa menjalankan business as usual. industri transportasi paling terpuruk dalam dampak krisis ekonomi. Kontraksi di Jakarta sampai lebih dari -8%," imbuh William.
Yang selanjutnya adalah beyond ridership. Ada gojek, ada sayurbox, ada startup lain, MRT punya penumpang, dengan demikian MRT Jakarta harus memaksimalisasi benefit.
(Baca Juga: Konon, Stasiun Thamrin Bakal Jadi Kawasan Ekonomi Baru di DKI )
"Ini pengalaman, semua orang akan menceritakan pengalaman naik MRT, maka mereka akan melihat bahwa ada banyak sekali instrumen ekonomi lain yang bisa dilakukan, yang bisa dimaksimalkan dengan MRT. Terlalu sayang kalau MRT hanya sekadar bertransportasi atau mengangkut orang," tandasnya.
Dia mengatakan, bahwa perlu mengkombinasikan physical and virtual mobility, beyond physical mobility sebagai komponen kedua. Hal ini dapat diperoleh dari kontribusi perusahaan startup, dengan inovasi untuk memperkaya sistem MRT.
"Salah kaprah kalau MRT hanya perusahaan transportasi, tapi mandat terpenting adalah mempromosikan regenerasi urban. Beyond transport network adalah komponen ketiga," imbuhnya.
MRT Jakarta saat ini sedang mengembangkan 13 transit oriented department, dengan meniru berbagai konsep pengembangan kota-kota besar yang tadinya menggunakan jalan raya, menjadi metro system, yang aktivitas bawah tanahnya tinggi sekali.
"Tidak bisa hanya mengandal physical development, kita harus membangun ekosistem kota yang dipenuhi berbagai inovasi. Nantinya Jakarta akan menjadi kota dimana semua orang akan punya ruang untuk berkontribusi," pungkas William.
"Saya mengenalkan business formula 3+3. Lifestyle, collaboration, and innovation sebagai 'tiga' yang pertama. Sejak MRT Jakarta beroperasi, ini bukan hanya sekadar transport bisnis, tapi juga memunculkan euforia bahwa Indonesia punya MRT, sebagai simbol Indonesia baru yang ada perubahan budaya, yang tadinya naik transport tidak berbudaya, menjadi bisa antri, disiplin, dan saling respect satu sama lain," ungkap William dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat(7/8/2020).
(Baca Juga: MRT Fase Dua Mulai Dibangun Akhir Juli 2020, Telan Biaya Rp22,5 Triliun )
Hal ini juga terkait dengan pengalaman orang yang instrumennya adalah MRT. Berbicara soal lifestyle, William mengatakan, bahwa semua orang kalau datang ke Jakarta ingin merasakan naik MRT.
"Kalau lifestyle, kita tidak bisa sendiri, harus berkolaborasi. Membawa experience itu adalah dengan inovasi. Kerjasama dengan startup itu adalah inovasi untuk memaksimalkan fungsi yang telah dijalankan MRT Jakarta," tambahnya.
Untuk 'tiga' yang selanjutnya, MRT Jakarta memperkenalkan business beyond normal sebagai yang pertama. "Kita tidak bisa menjalankan business as usual. industri transportasi paling terpuruk dalam dampak krisis ekonomi. Kontraksi di Jakarta sampai lebih dari -8%," imbuh William.
Yang selanjutnya adalah beyond ridership. Ada gojek, ada sayurbox, ada startup lain, MRT punya penumpang, dengan demikian MRT Jakarta harus memaksimalisasi benefit.
(Baca Juga: Konon, Stasiun Thamrin Bakal Jadi Kawasan Ekonomi Baru di DKI )
"Ini pengalaman, semua orang akan menceritakan pengalaman naik MRT, maka mereka akan melihat bahwa ada banyak sekali instrumen ekonomi lain yang bisa dilakukan, yang bisa dimaksimalkan dengan MRT. Terlalu sayang kalau MRT hanya sekadar bertransportasi atau mengangkut orang," tandasnya.
Dia mengatakan, bahwa perlu mengkombinasikan physical and virtual mobility, beyond physical mobility sebagai komponen kedua. Hal ini dapat diperoleh dari kontribusi perusahaan startup, dengan inovasi untuk memperkaya sistem MRT.
"Salah kaprah kalau MRT hanya perusahaan transportasi, tapi mandat terpenting adalah mempromosikan regenerasi urban. Beyond transport network adalah komponen ketiga," imbuhnya.
MRT Jakarta saat ini sedang mengembangkan 13 transit oriented department, dengan meniru berbagai konsep pengembangan kota-kota besar yang tadinya menggunakan jalan raya, menjadi metro system, yang aktivitas bawah tanahnya tinggi sekali.
"Tidak bisa hanya mengandal physical development, kita harus membangun ekosistem kota yang dipenuhi berbagai inovasi. Nantinya Jakarta akan menjadi kota dimana semua orang akan punya ruang untuk berkontribusi," pungkas William.
(akr)