Memperkuat Ketahanan Pangan dan Ekonomi Rakyat Melalui Perikanan Tangkap dan Budidaya

Jum'at, 30 Agustus 2024 - 23:08 WIB
loading...
Memperkuat Ketahanan...
Nelayan di Pulau Sop, Sorong, Papua Barat Daya bersiap berlayar untuk menangkap ikan di perairan Sorong. Kawasan teluk Sorong memiliki sumberdaya perikanan yang berlimpah. Foto: Anton Chrisbiyanto/SINDOnews
A A A
AIR pasang tak menjadi penghalang para nelayan di Pulau Sop, Sorong, Papua Barat Daya untuk melaut. Cuaca cerah dan angin yang tak begitu kencang membuat para nelayan bersemangat untuk memacu kapal kayu bermesin. Robert, salah satu nelayan mengatakan, cuaca cerah membuat ikan-ikan berkumpul di titik tertentu. “Yang kita tangkap memang tidak banyak. Selain dikonsumsi sendiri juga untuk dijual ke perusahaan (pengolahan ikan),” ujarnya kepada SINDOnews beberapa waktu lalu.

baca juga:Strategi Mendorong Hilirisasi Produk Perikanan

Jenis ikan yang ditangkap di antaranya ikan tuna, tenggiri, kakap merah, cumi-cumi, kerapu, kuwe dan gutila. Dia mengatakan, jika dulu para nelayan kerap mengalami kesulitan dalam menyimpan hasil tangkapan, namun sejak adanya jaringan listrik hingga pulau tersebut, para nelayan kini bisa menyimpan hasil tangkapannya di mesin pendingin untuk kemudian dijual keesokan harinya. “Tidak langsung dijual ke kota (Sorong), tetapi bisa kami simpan terlebih dahulu,” paparnya.

Pulau Sop merupakan salah satu gugusan pulau terluar, satu gugus dengan pulau Dom dan Pulau Arar. Jarak tempuh satu pulau dan pulau lainnya sekitar 45 menit, sementara ke pelabuhan Sorong, Papua Barat Daya, jarak tempuh sekitar satu jam. Di pulau Arar, Moh Nur Musamber mengatakan, mayoritas penduduknya menggantungkan asa dari sektor perikanan. “Ada 1.050 jiwa di pulau ini,” katanya.

Setiap hari, lanjut dia, para nelayan menggunakan peralatan tradisional dan semi modern untuk menangkap ikan-ikan di sekitar teluk Sorong. “Ikan-ikan yang sudah kami tangkap kami serahkan ke BUMDes untuk dibersihkan. Setelah diolah baru dijual ke perusahaan pengolahan ikan di Sorong,” ujarnya.

Selain dijual, ikan-ikan tersebut juga dikonsumsi masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. “Setiap hari kami makan ikan,” cetusnya.

Senada dengan Nur, Ali Rumaur, warga pulau Arar mengatakan, semua nelayan di pulau Arar juga mengirimkan sebagian besar hasil tangkapan ikannya ke BUMDes setempat. Dengan adanya bantuan dari pemerintah berupa ketersediaan infrastruktur maupun peralatan penangkapan, ikan-ikan yang dikumpulkan masyarakat bisa bertahan selama dua hari di mesin pendingin.

“Dulu ikan cepat busuk, sekarang awet. Perekonomain masyarakat juga meningkat dua kali lipat,” katanya. Tak hanya dijual di Sorong, ikan dari pulau Arar juga banyak dijual di masyarakat yang bermukim di pulau Dom. Hal ini lantaran pulau Dom terdapat beberapa tempat wisata yang menyediakan menu olahan ikan.

baca juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan Perketat Pengawasan Pendaratan Ikan di Pelabuhan Perikanan

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia memberikan perhatian lebih terhadap para nelayan tradisional. Pada akhir 2023 silam, KKP menyalurkan bantuan alat tangkap untuk nelayan di kawasan Sorong, sebagai bagian dari upaya peningkatan daya tangkap nelayan di wilayah ini.

Bantuan peralatan itu, selain untuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas daya tangkap nelayan, juga untuk mendorong peningkatan ekonomi nelayan. Bantuan yang disalurkan melalui koperasi rakyat itu berupa alat tangkap jaring dan handline, serta coolbox.

Kawasan perairan Sorong merupakan kawasan penangkapan ikan yang potensial dengan jumlah yang berlimpah. Karenanya, KKP menilai, perlu sebuah fasilitas memadai untuk mendukung potensi penangkapan yang tentunya berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat nelayan.

Selain melalui perikanan tangkap, ikhtiar untuk mencapai ketahanan pangan juga dilakukan melalui perikanan budidaya. Salah satunya melalui program Smart Fishery Village. (SFV). Iim Gala Permana pembudidaya ikan nila di Banjarwaru, Ciamis, Jawa Barat kepada SINDOnews mengatakan, Kampung Nila, saat ini menjadi salah satu pilot project keberhasilan perikanan budidaya.

Sejak 2022, produktivitas ikan nila budidaya di daerah ini meningkat empat kali lipat. Hal itu tercapai karena didukung program Smart Fisheries Village dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dengan adanya Smart Fisheries Village (SFV) kegiatan budidaya ikan Nila menjadi terprogram.

“Sekarang panen sudah tiga kuintal per siklus per kolam. Jadi per kolam bisa menghasilkan sembilan kuintal per tahun, bahkan ada yang mencapai 1,2 ton,” paparnya. Dengan jumlah kolam budidaya mencapai 100 kolam, volume ikan Nila yang dihasilkan mencapai 90 ton per tahun.

Dengan harga jual di kawasan itu yang mencapai Rp33.000 per kilogram, omzet budidaya ikan Nila di desa Kawali mencapai Rp2,97 miliar per tahun. “Memang sejak ada SFV, kesejahteraan masyarakat meningkat tajam,” lanjutnya. Saat ini, permintaan pasar dunia terhadap ikan nila diperkirakan menembus USD14,4 miliar atau sekitar Rp230 triliun.

Perkuat Kolaborasi dan Sinergi

Untuk memaksimalkan potensi sektor perikanan yang berkaitan langsung dengan ketahanan pangan, pemerintah melalui KKP didorong untuk menerbitkan regulasi yang memungkinkan para nelayan tradisional untuk bisa berkolaborasi dengan perusahaan pengolahan ikan modern. “Dengan adanya regulasi itu, maka para nelayan bisa memiliki akses yang luas,” tegas pakar maritim Dr Marcellus Jayawibawa.

Menurut dia, sektor perikanan memang menjadi salah satu penyokong dalam pecapaian ketahan pangan. Terlebih di kawasan Indonesia timur, jumlah sumber daya ikan sangat melimpah. Di kawasan Sorong misalnya, dengan perairan laut yang sangat luas sebagai perairan penyangga, sumber daya perikanan dan kelautan berlimpah ruah. Namun pemanfaatannya belum optimal. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan dan kelautan masih sangat memungkinkan untuk dikelola secara rasional dan profesional dengan memperhatikan kelestariannya.

Setali tiga uang, Direktur The NationalMaritime Institute(Namarin), Siswanto Rusdi menilai, regulasi yang mendukung keleluasaan para nelayan tradisional dibutuhkan untuk mengakselerasi pencapaian ketahan pangan melalui sektor perikanan dan kelautan.

baca juga: Upaya Mendorong UMKM Produk Perikanan Naik Kelas

“Sejauh ini, regulasi yang diterbitkan KKP termasuk memerangiillegal fishing berdampak positif bagi ekosistem perikanan dan kelautan. Ke depan, regulasi baru perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.

Siswanto pun mengapresiasi kinerja KKP dalam upaya mencapai ketahanan pangan melalui sektor perikanan dan kelautan. “Kinerjanya terus positif untuk mencapai ketahanan pangan,” paparnya.

Sektor perikanan sendiri menunjukkan kinerja positif di sepanjang semester I tahun 2024. Mengutip catatan KKP, kinerja baik tersebut di antaranya disokong meningkatnya produksi perikanan budidaya, kinerja ekspor, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hingga penyerapan kredit usaha rakyat (KUR).

Pada semester I 2024 ekspor hasil perikanan mencapai USD2,71 miliar. Sedangkan nilai impor perikanan mencapai USD0,22 miliar. Dengan demikian neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD2,49 miliar. Rasio ekspor ikan dan hasil perikanan yang diterima oleh negara tujuan ekspor 99,9%.

Produksi perikanan dari Januari sampai Juni tahun ini tercatat sebesar 11,8 juta ton yang sebagian besar ditopang oleh hasil budidaya. Peningkatan ini salah satunya karena produktivitas modeling budidaya berbasis kawasan yang telah dikembangkan KKPdi Karawang, Kebumen, dan Wakatobi untuk komoditas nila salin, udang, dan rumput laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin Makassar (29/8/2024), menegaskan pentingnya implementasi program ekonomi biru untuk menjaga keberlanjutan ekosistem perikanan dan ketahanan pangan nasional.

Menurutnya, mahasiswa, akademisi, dan perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam mengimplementasikan kebijakan Ekonomi Biru di sektor kelautan dan perikanan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

"Saya merekomendasikan agar kurikulum pendidikan di Universitas Hasanuddin memiliki fokus khusus terhadap ilmu pengetahuan, riset, inovasi, dan teknologi yang mendukung kebijakan Ekonomi Biru, karena inilah sesungguhnya masa depan bangsa Indonesia," kata Trenggono.

Menteri Trenggono menjelaskan, ketahanan pangan bersumber dari tiga hal, karbohidrat, lemak dan protein. Khusus untuk protein, salah satunya berasal dari produk perikanan. Merujuk data perdagangan yang selalu surplus, produk perikanan dinilainya sebagai sumber ketahanan pangan yang paling kuat. “Silahkan diriset, laut dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pangan yang dunia sedang hadapi saat ini,” jelasnya.

baca juga: Kampanye Gemarikan Bisa Tingkatkan Bisnis Sektor Perikanan

Untuk mengoptimalkan potensi serta menghadapi tantangan yang ada, Menteri Trenggono menyatakan semua harus mulai menyadari pentingnya menempatkan ekologi sebagai panglima, dan ini telah menjadi perhatian KKP yang diimplementasikan melalui lima kebijakan Ekonomi Biru. Mulai dari memperluas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota, pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan, pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; serta penanganan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut (BCL).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, mengatakan, pengembangan budidaya komoditas perikanan sangat penting lantaran besarnya potensi, serta tingginya kebutuhan protein di masa depan.

Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) telah memprediksi populasi dunia akan tumbuh lebih dari 30% pada tahun 2050. Pertumbuhan tersebut tentunya akan diikuti peningkatan kebutuhan protein global hingga 70%.

Sementara FAO sudah mempublikasi bahwa kebutuhan protein akan semakin sulit dipenuhi dari subsektor perikanan tangkap. Sehingga subsektor perikanan budidaya menjadi faktor penting yang didorong untuk menghadapi pertumbuhan populasi penduduk dan kebutuhan protein.

Peluang pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir dan darat sangat terbuka lebar. Indonesia memiliki potensi lahan perikanan budidaya diperkirakan mencapai 17,91 juta hektare, yang terdiri dari 2,96 juta hektare air payau, 2,83 juta hektare air tawar, dan 12,12 juta hektare air laut. Saat ini, pemanfaatan lahan baru mencapai 6%.

Dirjen Tebe, begitu dia disapa, mengungkapkan, lima komoditas unggulan perairan laut Indonesia memiliki potensi besar ke depannya. Proyeksi dari Future Market Insights mengungkapkan besarnya peluang pasar global untuk 5 komoditas unggulan tersebut. Nilai pasar global untuk udang tahun 2024 diproyeksi mencapai USD64,8 miliar, sementara untuk 10 tahun mendatang diproyeksi bisa mencapai hingga USD149 miliar.

baca juga: Langkah Membantu Pemerintah Menduniakan 5 Produk Perikanan

Kemudian rumput laut memiliki potensi pasar global, pada tahun 2024 diprediksi mencapai USD7,8 miliar, sementara pada tahun 2033 diproyeksi mencapai USD19,6 miliar. Untuk komoditas Tilapia juga memiliki potensi besar, nilai pasar global untuk tilapia pada tahun 2024 diproyeksi mencapai USD14,4 miliar. Sementara pada 10 tahun mendatang, diprediksi Tilapia bisa mencapai USD23 miliar. Begitu juga untuk komoditas kepiting dan Lobster. Tahun 2024, nilai pasar global untuk lobster diprediksi bisa mencapai USD8,7 miliar.

“KKP telah melakukan beberapa terobosan dalam menghadapi tantangan dan menangkap peluang investasi di bidang subsektor perikanan budidaya seperti modeling kawasan di Kebumen, Wakataobi, Karawang, dan revitalisasi kawasan. Selain itu juga melalui program kampung perikanan budidaya seperti penyediaan sarana prasarana dan pengembangan infrastruktur,” tegasnya.
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1106 seconds (0.1#10.140)