Jangan Malas, Indonesia Bisa Belajar Tangani Krisis dari AS dan Thailand

Selasa, 08 September 2020 - 14:02 WIB
loading...
Jangan Malas, Indonesia Bisa Belajar Tangani Krisis dari AS dan Thailand
Indonesia perlu belajar kasus penyelesaikan krisis dari negara Amerika Serikat (AS) dan Thailand di tengah bayang-bayang ancaman krisis yang terus membayangi saat pandemi Covid-19. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Indonesia perlu belajar kasus penyelesaikan krisis dari negara Amerika Serikat (AS) dan Thailand. Di AS pada waktu tahun 1920-1930-an nilai saham anjlok, kredit macet, perusahaan bangkrut, hingga ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi tabungan.

(Baca Juga: Jokowi: Kita Samakan Frekuensi, Bahwa Kita Memang dalam Kondisi Krisis )

Pada tahun 1930, gelombang pertama melanda perbankan. Masyarakat banyak yang kehilangan kepercayaan sehingga menarik dananya di perbankan secara besar-besaran serta memaksa bank untuk melikuidasi pinjaman guna melengkapi cadangan kas. Sehingga membuat perbankan AS tutup permanen pada tahun 1933.

Ketika terjadi krisis keuangan di pasar keuangan, pemerintah AS mengatasinya dengan fiskal power yakni menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jadi pada waktu itu ketika terjadi krisis besar mereka menyelesaikannya dengan fiskal power yakni menggunakan APBN mereka seperti menggenjot pabrik, membangun infrastruktur, membangun jalan tol, mengenjot sektor otomotif dan lainnya," kata Ekonom Senior Indef Didin S. Damanhuri saat diskusi online di Jakarta, Selasa (8/9/2020).

(Baca Juga: Sinyal Makin Kuat, Menkeu Pastikan Indonesia Akan Resesi )

Dengan diawali menggenjot pekerjaan secara besar besaran seperti padat karya sehingga membuat daya beli AS meningkat tajam dan dapat menghidupkan semua industri terutama industri perbankan.

Bukan hanya krisis AS, lanjut dia, pada saat krisis Keuangan Asia yang dimulai Juli 1997 ketika pemerintah Thailand yang saat itu dibebani utang luar negeri yang besar memutuskan untuk mengambangkan mata uang baht setelah serangan yang dilakukan para spekulan mata uang terhadap cadangan devisa negaranya.

Pada saat ini, kalau di Indonesia krisis ekonomi 1997-1998 akrab disebut krisis moneter (krismon), di Thailand disebut krisis tom yum goong. Dalam periode tersebut, baht melemah hingga 41,13%.

Disaat bersamaan, muncul angin segar berupa penawaran paket bantuan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada 31 Oktober 1997. Dengan adanya bantuan dari IMF, Thailand memanfaatkan dana tersebut untuk membangkitkan proyek padat karya sehingga daya belinya meningkat tajam, perbankan juga kembali bergairah.

"Jadi dalam kurun waktu 3 hingga 4 tahun ekonomi Thailand bisa kembali pulih dan ini menarik karena keberhasilan AS hadapi krisis diikuti Thailand. Nah, dari sini kita bisa belajar krisis besar dunia dengan cara membangkitkan daya beli dengan begitu pertumbuhan ekonomi dapat kembali bangkit," ujar Didin.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.0055 seconds (0.1#10.140)