Peserta Ngeluh Pencairan JHT di BPJamsostek Susah, Kok Bisa?

Kamis, 17 September 2020 - 15:18 WIB
loading...
Peserta Ngeluh Pencairan JHT di BPJamsostek Susah, Kok Bisa?
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kondisi pandemi Covid-19 mendorong jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga terjadi lonjakan pengambilan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJamsostek . Namun, para peserta mengaku kesulitan mencairkannya karena batas waktu operasional, dan kesulitan teknis secara online.

Ketua Masyarakat Peduli BPJS Hery Susanto, mengkritisi pengelolaan BPJamsostek di masa pandemi dan kelanjutan kepemimpinan.

Menurutnya, lonjakan pengambilan klaim JHT tersebar di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah DIY, dan Jawa Timur. Wilayah tersebut merupakan basis pekerja. Namun menurutnya pengambilan klaim JHT saat ini kian sulit untuk pekerja. ( Baca juga:Data 2,8 Juta Rekening BLT Pekerja Tahap 4 Sudah Diterima Menaker, Tinggal Transfer )

"Karena adanya kebijakan WFH di kantor BPJS, klaim JHT secara online menjadi alternatif. Namun tidak semua pekerja bisa mengurus sendiri, karena banyak yang gagap teknologi," ujar Hery dalam diskusi 'BP Jamsostek di Tengah Pandemi Covid-19 dan Perspektif Kepemimpinan Masa Depan' di Jakarta, Kamis (17/9/2020).

Dalam survei dia menemukan 70% peserta BP Jamsostek menggunakan jasa calo. Namun masih tidak semua terpenuhi klaim JHT-nya. Karena adanya pembatasan kuota saat pandemi, yaitu sebanyak 50-100 orang per hari per cabang. "Ini membuat situasi sulit bagi pekerja," ujarnya.

Lebih lanjut Hery juga mempertanyakan pengelolaan dana investasi BPJamsostek yang distribusinya merugikan beberapa bank pembangunan daerah (BPD). Sementara daerah tersebut menyetor relatif banyak iuran BPJamsostek. "Ada tujuh daerah yang tidak menerima dana investasi BPJamsostek misalnya Bank DKI. Padahal DKI Jakarta kontributor iuran terbesar nasional sekitar 43%," ujarnya.

Mantan Komisaris Utama Jamsostek Priyono Tijptoherijanto juga melihat adanya ketimpangan penempatan dana Jamsostek di bank daerah, karena ada yang terlalu banyak dan ada pula bank daerah yang tidak dapat.

Menurutnya sejak dulu penempatan dana Jamsostek kerap menjadi persoalan, bukan hanya di bank tapi juga terutama di tempat yang berisiko di kemudian hari.

"Penempatan dana investasi ini biasanya ada kick back-nya, itu yang menjadikan terjadinya ketimpangan. Bukan hanya di bank, tapi secara keseluruhan. Dari dulu yang menjadi persoalan adalah penempatan dana yang di tempat berisiko, yang bisa bermasalah di kemudian hari," kata Priyono.

Priyono juga menyoroti pergantian direksi dan dewas BPJamsostek yang harusnya sudah bisa digelar September tahun ini dengan tim pansel yang dibentuk Presiden RI. "Jangan sampai proses seleksi organ BPJS terlalu mepet waktunya hingga tergesa-gesa dan akan melahirkan kepemimpinan yang tidak profesional," katanya. ( Baca juga:Pandemi Covid-19, Gubernur Ganjar Sambut BPIP Gunakan Masker )

Sementara mantan anggota DJSN Ahmad Ansyori menilai selama lima tahun transformasi BP Jamsostek untuk melindungi seluruh pekerja di Indonesia dalam sistem jaminan sosial nasional. Namun menurutnya, tujuan transformasi tersebut belum bisa tercapai. Setelah dilakukan transformasi selama lima tahun, tujuan belum tercapai.

"Dari sisi peserta aktif hanya 19,1 juta pekerja. Kalau kita bandingkan dengan jumlah pekerja, baik formal maupun informal yang berjumlah 120 juta pekerja, maka jauh sekali," ujar Ahmad.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1398 seconds (0.1#10.140)