Sri Mulyani Buka-bukaan Rendahnya Penetrasi Industri Asuransi Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan penetrasi industri asuransi di Indonesia masih rendah, yang dihitung dari persentase premi terhadap PDB. Menurut Ani -sapaan akrab Menkeu-, salah satu penyebabnya adalah terbatasnya kemampuan industri untuk mengumpulkan permodalan.
"Pasar industri asuransi Indonesia yang penetrasinya masih sangat rendah diukur dari GDP kita, dan untuk yang syariah dalam hal ini juga lebih rendah lagi. Ini penyebabnya tentu saja adalah karena kapasitas kemampuan untuk menggenerate capital atau modal untuk bisa meningkatkan kemampuan penetrasinya," kata Menkeu Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (5/10/2020).
(Baca Juga: Perluas Pasar Asuransi Syariah, Sri Mulyani Jamin Jaga Kepentingan Domestik )
Lebih lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan, masih rendahnya penetrasi industri asuransi juga dikarenakan dikarenakan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Ditambah juga masih rendahnya pemanfaatan teknologi.
"Sementara kapasitas dalam negeri, kita dari sisi capital kompetensi. Dari segi SDM nya dan juga kemampuan teknologi itu perlu dibangun," bebernya.
(Baca Juga: Rangkul ASEAN, Sri Mulyani Buka Jalan Asing Caplok Asuransi Syariah )
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Otoritas Jasa keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, fokus peningkatan efisiensi SDM dan teknologi penting. Hal ini agar memajukan perkembangan industri asuransi.
"Kami yakin ilmu ini harus dipelajari dari industri asuransi yang lebih besar dan sudah global. Kita juga punya beberapa asuransi asing yang jadi benchmark kita," bebernya.
(Baca Juga: Kalah Lagi oleh Vietnam, Penetrasi Asuransi Indonesia Cuma 2% )
Sebelumnya OJK mencatat hingga 2020, penetrasi industri asuransi Indonesia masih di bawah 4%, kalah dari negara di ASEAN lain seperti Singapura yang sudah 6 sampai 7%. Secara produk, angka bisa lebih kecil lagi. Per Juli 2020, OJK mencatat tingkat penetrasi asuransi jiwa misalnya, masih sebesar 1,1%.
"Pasar industri asuransi Indonesia yang penetrasinya masih sangat rendah diukur dari GDP kita, dan untuk yang syariah dalam hal ini juga lebih rendah lagi. Ini penyebabnya tentu saja adalah karena kapasitas kemampuan untuk menggenerate capital atau modal untuk bisa meningkatkan kemampuan penetrasinya," kata Menkeu Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (5/10/2020).
(Baca Juga: Perluas Pasar Asuransi Syariah, Sri Mulyani Jamin Jaga Kepentingan Domestik )
Lebih lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan, masih rendahnya penetrasi industri asuransi juga dikarenakan dikarenakan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Ditambah juga masih rendahnya pemanfaatan teknologi.
"Sementara kapasitas dalam negeri, kita dari sisi capital kompetensi. Dari segi SDM nya dan juga kemampuan teknologi itu perlu dibangun," bebernya.
(Baca Juga: Rangkul ASEAN, Sri Mulyani Buka Jalan Asing Caplok Asuransi Syariah )
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Otoritas Jasa keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, fokus peningkatan efisiensi SDM dan teknologi penting. Hal ini agar memajukan perkembangan industri asuransi.
"Kami yakin ilmu ini harus dipelajari dari industri asuransi yang lebih besar dan sudah global. Kita juga punya beberapa asuransi asing yang jadi benchmark kita," bebernya.
(Baca Juga: Kalah Lagi oleh Vietnam, Penetrasi Asuransi Indonesia Cuma 2% )
Sebelumnya OJK mencatat hingga 2020, penetrasi industri asuransi Indonesia masih di bawah 4%, kalah dari negara di ASEAN lain seperti Singapura yang sudah 6 sampai 7%. Secara produk, angka bisa lebih kecil lagi. Per Juli 2020, OJK mencatat tingkat penetrasi asuransi jiwa misalnya, masih sebesar 1,1%.
(akr)