Optimistis Bangkit dari Resesi

Jum'at, 06 November 2020 - 06:05 WIB
loading...
Optimistis Bangkit dari Resesi
Indonesia diyakini akan cepat bangkit dari resesi karena memiliki peta jalan pemulihan ekonomi yang tepat. Grafis/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Indonesia memasuki zona resesi seiring pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 mengalami minus 3,49%. Namun, resesi bukan lantas mati. Indonesia diyakini akan cepat bangkit karena memiliki peta jalan pemulihan ekonomi yang tepat.



Optimisme itu diungkapkan berbagai kalangan berdasar kebijakan-kebijakan positif yang diambil oleh pemerintah dalam rangka penyelamatan ekonomi. Bahkan jika berjalan mulus, maka pada 2021 ekonomi akan kembali pulih. Keyakinan tersebut tak berlebihan. (Baca: Amalan Ringan Ini Bisa Jadi Pembuka Berkah)

Akhir tahun ini saja sektor belanja diperkirakan akan memberi banyak kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Meski masuk dalam zona resesi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 tercatat lebih baik dari kuartal sebelumnya yang mencapai minus 5,3%.

Nada optimisme itu antara lain disampaikan Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ryan Kiryanto. Dalam pandangan Ryan, membaiknya kontraksi antara kuartal kedua dan ketiga mengindikasikan bahwa jalur pemulihan ekonomi sudah pada arahnya.

“Diyakini mulai kuartal III/2020 dan seterusnya angka PDB akan membaik secara bertahap seiring menguatnya sisi permintaan konsumsi dan pertumbuhan kredit setelah PSBB dilonggarkan,” ungkapnya.

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi kuartal ketiga pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 24,28%. Sektor ini akan terus membaik dengan melonggarnya kebijakan PSBB. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) yang tumbuh sebesar 16,93%.

“Di kuartal keempat serapan konsumsi pemerintah akan makin menguat ditambah dengan belanja kesehatan dan sosial melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” paparnya. (Baca juga: Mendikbud Sosialisasikan Skema Perubahan Dana Bos)

Saat memberikan keterangan pers kemarin, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto pun mengakui ekonomi pada triwulan III/2020 masih terkontraksi, tetapi tidak sedalam kontraksi pada triwulan kedua. “Beberapa indikator di beberapa negara mengalami perbaikan. Namun, masih terkendala karena adanya Covid-19,” katanya.

Pengamat pasar modal dari Reswara Gian Investa, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, zona resesi di dalam negeri dengan minus 3% masih dianggap lebih baik jika dibanding kuartal kedua. “Kita optimistis tahun depan bisa lebih baik dan menjadi tahun pemulihan,” ujarnya pada diskusi di IDX TV Channel Jakarta kemarin.

Libur panjang dan tahun baru akan menjadi penopang untuk memperkuat belanja domestik di dalam negeri. Selain itu, rencana pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19 pada akhir tahun juga menjadi kabar yang menggembirakan.

“Dengan faktor-faktor itu semua kita optimistis pertumbuhan bisa mencapai 3% atau di atas 3%. Kalau kita melihat sejumlah negara bahkan sudah mengalami pertumbuhan seperti China, pertumbuhan global tahun depan diharapkan menuju pulih,” ucapnya.

Tergantung Pandemi

Namun, di mata Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) kondisi ekonomi di kuartal ketiga mengafirmasi bahwa ekonomi Indonesia memang masih berada dalam tekanan yang cukup berat. Soal pemulihan ekonomi, masih sangat bergantung cara penanganan dan kapan pandemi akan berakhir. (Baca juga: Deteksi Dini Penting untuk Antisipasi Diabetes)

“Pandemi menjadi penentu, apakah pandeminya bisa dikendalikan atau berakhir, ekonomi akan segera rebound. Ini tergantung sejauh mana kita bisa mengatasi pandemi,” kata ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus.

Menurutnya, penyebaran Covid-19 masih menjadi hantu bagi para investor. Namun, jika dilihat beberapa minggu ini, tren jumlah kasus positifnya melandai. Ini bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri investor seakan mendapatkan kepastian.

Di sisi lain, lanjut Heri, Purchasing Managers’ Index (PMI) juga diprediksi terus membaik. Hal itu menandakan ada peluang ekspansi bagi usaha untuk meningkatkan lagi utilitasnya. Hanya, kontraksi ekonomi masih tergantung juga dari konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama ekonomi Indonesia. Artinya, situasi itu sangat bergantung dari seberapa besar daya beli masyarakat sudah pulih kembali.

Terkontraksinya daya beli masyarakat, khususnya golongan menengah ke atas, menandakan masih belum percayanya mereka terhadap penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai solusi jangka pendeknya, pemerintah setidaknya bisa menerapkan strategi untuk memulihkan daya beli masyarakat. Caranya dengan menggeber realisasi anggaran belanja, pemberian stimulus yang tepat sasaran dan tepat guna sehingga mendongkrak sisi demand dan suplai. (Baca juga: Resesi, Masyarakat Diimbau Setop Belanja Kebutuhan Tak Penting)

Langkah Konkret

Masuknya Indonesia dalam zona resesi membuat kalangan DPR meminta pemerintah mengambil langkah-langkah serius untuk membangkitkan perekonomian. Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, saat ini bukan waktunya lagi untuk berdebat mengenai definisi resesi.

Situasi resesi seperti saat ini yang paling utama adalah melakukan upaya-upaya perbaikan yang konkret dan fundamental. Hal itu untuk mengantisipasi risiko akibat resesi ekonomi sehingga tidak merembet pada sektor-sektor lain di luar ekonomi.

Pemerintah harus melakukan upaya yang serius untuk memperbaiki sektor-sektor ekonomi yang indikatornya negatif. Dengan demikian, resesi tidak berlangsung lama. Pemerintah sebenarnya telah berusaha mengerem laju pertumbuhan minus ini dengan menggelontorkan sejumlah bantuan sosial, insentif kepada dunia usaha, dan pekerja. (Baca juga: Serangan Meningkat, Prancis Tingkatkan Pengamanan di Perbatasan)

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan harus ada perbaikan demand side, utamanya konsumsi rumah tangga. Sektor ini menopang perekonomian nasional sebesar 56%. Sektor ini didominasi kelas menengah, tetapi konsumsi mereka mengalami penurunan drastis. Dia menilai kebijakan stimulus belum menyentuh sisi konsumsi kelas menengah.

Dia mengungkapkan bantuan Rp600.000 per bulan kepada pekerja dan masyarakat tidak mampu sudah bagus. Namun, perlu ditingkatkan lagi nilainya dan cakupannya diperluas. Bantuan itu hanya untuk tahun 2020, maka tahun depan tetap harus diadakan. Alasannya, dampak pandemi Covid-19 masih terjadi pada tahun depan. Pemerintah diminta memperhatikan pekerja yang berpenghasilan Rp5 juta per bulan ke atas.

“Ada kelompok kelas menengah yang rentan turun kelas penghasilannya karena korporasi tempat mereka bekerja mengalami masalah. Kelompok ini juga perlu stimulus untuk mempertahankan daya beli mereka karena gerusan penurunan penghasilan,” tuturnya.

Anggota Komisi XI dari PDIP Said Abdullah menyoroti alasan dana PEN tahun depan bakal lebih kecil dari tahun ini. Konstruksi pemikirannya adalah mengandaikan pertumbuhan tahun ini mulai menunjukkan tren positif. Maka itu, ongkos pemulihan ekonomi tidak mahal pada 2021. (Baca juga: Bos Susuzuki Beri Kode Tak Mainkan Tim Order)

Dia mengatakan, tren positif itu telah tampak dari kontraksi ekonomi yang semakin rendah. Pada kuartal kedua minus 5,32% dan sekarang minus 3,49%. Said memprediksi pada kuartal keempat pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran minus 1 hingga positif 0,2%. Keyakinan itu didasarkan pada makin bergeliatnya kembali sektor riil belakangan ini.

Menurut pengamat ekonomi Eko Listiyanto, strategi selamatkan rakyat terlebih dahulu adalah cara terbaik untuk bisa membuat ekonomi menjadi optimistis. “Kedisiplinan masyarakat untuk memastikan penerapan protokol kesehatan memang merupakan salah satu kunci membuat pemulihan ekonomi nasional bisa optimal,” kata Eko.

Namun, di sisi lain kecepatan dan kedisiplinan implementasi stimulus pemerintah sangat diperlukan. Dari berbagai macam krisis yang pernah terjadi di Indonesia, sektor UMKM merupakan sektor adaptif dan menjadi pintu penyelamat dari berlanjutnya resesi. “Saya punya keyakinan kalau kita bisa menyelamatkan UMKM. Jika UMKM-nya di dorong full untuk go digital, pasti akan terakselerasi ekonomi kita karena saat ini baru 13% UMKM yang go digital,” bebernya. (Lihat videonya: Status Gunung Merapi Naik ke Level Siaga)

Sedang Financial Planner Safir Senduk menilai saat resesi seperti sekarang masyarakat sebaiknya berhenti belanja yang tidak mendesak dan penting. Seharusnya masyarakat bisa memprioritaskan belanja pada ihwal yang memang mendesak.

Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa mempertahankan uang tunai jika kemungkinan berjaga-jaga kalau resesi ini berkepanjangan. “Tetap lakukan investasi. Namun, harus fokus pada produk reksa dana pasar uang dan juga pendapatan tetap,” kata Safir. (Kunthi Fahmar Sandy/Faorick Pakpahan/Ichsan Amin/F.W. Bahtiar)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1773 seconds (0.1#10.140)