OJK Perpanjang Program Restrukturisasi Kredit, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan POJK 11/2020 tentang restrukturisasi kredit selama setahun. Dengan perpanjangan itu, program tersebut baru akan berakhir pada Maret 2022 mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, pihaknya memutuskan untuk memperpanjang program tersebut lantaran melihat tren jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang belum menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan data per 10 November 2020, terdapat 444.000 kasus positif Covid-19 di Tanah Air.
(Baca Juga: Dihantam Pandemi, Bos OJK Wimboh: Indonesia Masih Untung Kalau Kata Orang Jawa)
"Dalam hal vaksin telah tersedia, dampak Covid-19 kemungkinan juga masih belum dapat selesai segera, mengingat kemungkinan perlunya pentahapan untuk distribusi vaksin tersbut," kata Heru dalam diskusi daring, Jumat (20/11/2020).
Dia mengaku sebagai langkah antisipatif untuk membentuk debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha, namun memerlukan waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal. "Langkah ini juga bisa membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi kredit," ujarnya.
Selain itu, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menangani dampak Covid-19 secara multiyears, yang tercermin dalam penetapan defisit APBN yang dapat melampaui 3% sampai dengan akhir tahun 2022.
(Baca Juga: Kredit Macet Bisa Meledak Jika Tak Ada Program Restrukturisasi)
"Dalam hal Covid-19 terus berlanjut dan POJK stimulus Covid-19 tidak diperpanjang maka terdapat potensi kenaikan NPL dan CKPN yang dapat berdampak pada modal dan solvabilitas bank," jelasnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, pihaknya memutuskan untuk memperpanjang program tersebut lantaran melihat tren jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang belum menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan data per 10 November 2020, terdapat 444.000 kasus positif Covid-19 di Tanah Air.
(Baca Juga: Dihantam Pandemi, Bos OJK Wimboh: Indonesia Masih Untung Kalau Kata Orang Jawa)
"Dalam hal vaksin telah tersedia, dampak Covid-19 kemungkinan juga masih belum dapat selesai segera, mengingat kemungkinan perlunya pentahapan untuk distribusi vaksin tersbut," kata Heru dalam diskusi daring, Jumat (20/11/2020).
Dia mengaku sebagai langkah antisipatif untuk membentuk debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha, namun memerlukan waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal. "Langkah ini juga bisa membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi kredit," ujarnya.
Selain itu, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menangani dampak Covid-19 secara multiyears, yang tercermin dalam penetapan defisit APBN yang dapat melampaui 3% sampai dengan akhir tahun 2022.
(Baca Juga: Kredit Macet Bisa Meledak Jika Tak Ada Program Restrukturisasi)
"Dalam hal Covid-19 terus berlanjut dan POJK stimulus Covid-19 tidak diperpanjang maka terdapat potensi kenaikan NPL dan CKPN yang dapat berdampak pada modal dan solvabilitas bank," jelasnya.
(fai)