Bukan Anak Konglomerat, Erick Thohir Kenang Masa Kecil Temani Ibu Jualan Baju
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Erick Thohir memang dikenal masyarakat luas sebagai seorang pebisnis ulung di Tanah Air. Saat ini dia bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kisah pahit kehidupan Erick terkesan hambar karena mayoritas masyarakat dan media massa hanya menyoroti dan mengenali dirinya sebagai lelaki yang lahir dari keluarga pebisnis. Ayahnya, Teddy Thohir, bersama William Soeryadjaya adalah pemilik Grup Astra International.
Erick Thohir memang menyelesaikan pendidikan sarjana (SI) dari Glendale University, lalu meraih magister Administrasi Bisnis (S2) dari Universitas Nasional California. Dia kemudian lulus pada tahun 1993.
( )
Karirnya di dunia bisnis terbilang sangat gemilang. Dari sejumlah sumber yang diperoleh MNC News Portal, dia tercatat pernah menjadi pendiri Mahaka Group bersama Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan) dan sejumlah rekan bisnisnya.
Di dunia olahraga, Erick membeli klub sepakbola Internasional, Inter Milan, dari Massimo Moratti pada Oktober 2013. Sejak saat itu dia menjabat sebagai presiden Nerazzurri. Meski begitu, sejak 2016 lalu, Erick melepas sebagian saham Inter Milan kepada perusahaan China, Suning Group.
( )
Bahkan, lelaki kelahiran Jakarta 1970 itu pun pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) periode 2006-2010. Dia pun terpilih menjadi Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) selama dua periode atau pada 2006-2010 dan 2010-2014.
Sebelumnya Erick sudah merintis bisnisnya di bidang olahraga. Di mana, dia mendirikan klub Bola Basket Mahaka Satria Muda Jakarta dan Mahaputri Jakarta. Pembentukan klub basket itu diiringi dengan keinginannya menjadikan olahraga sebagai kebutuhan dan bisnis.
Meski begitu, dibalik suksesnya Menteri BUMN tak banyak yang tahu jika Erick pernah menelan pil pahit di masa kecilnya. Di depan sejumlah karyawan dan nasabah PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM, dia menuturkan separuh kisahnya itu.
( )
Dari keterangannya, Erick tidak berasal dari keluarga konglomerat. Justru, ayahnya berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung, yang merantau ke Jakarta untuk memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang layak. Di masa itu, selain bersekolah kesehariannya adalah menemani sang Ibu berjualan baju di pasar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Di depan para pegawai BUMN dan nasabah, dia mengakui, sang ayah bukanlah orang dengan kondisi ekonomi yang mumpuni. Justru dengan keterbatasan keuangan keluarga, peran sang ibu untuk membantu ekonomi keluarga sangat dibutuhkan
"Kadang-kadang banyak ibu-ibu juga membantu untuk mendapat nafkah baru, buat saya bukan sesuatu yang aneh. Ibu saya sendiri sama, Ibu saya pernah jualan baju karena bapak saya bukan orang mampu. Saya pernah ikut nungguin ibu saya jualan, tapi kondisinya beda dengan di daerah. Ini jualannya di Pasar Tebet jualan baju, saya pernah ikut sama ibu saya awal-awal sekolah," tuturnya Sabtu, (16/1/2021).
( )
Cerita Erick sendiri merupakan respon dari kisah yang dibagi oleh para Account officer dan nasabah PNM. Di mana, beberapa nasabah menuturkan bagaimana dirinya juga membantu suami untuk mendapat pemasukan rumah tangga, sebagai tambahan pemasukan baru.
Kisah pahit kehidupan Erick terkesan hambar karena mayoritas masyarakat dan media massa hanya menyoroti dan mengenali dirinya sebagai lelaki yang lahir dari keluarga pebisnis. Ayahnya, Teddy Thohir, bersama William Soeryadjaya adalah pemilik Grup Astra International.
Erick Thohir memang menyelesaikan pendidikan sarjana (SI) dari Glendale University, lalu meraih magister Administrasi Bisnis (S2) dari Universitas Nasional California. Dia kemudian lulus pada tahun 1993.
( )
Karirnya di dunia bisnis terbilang sangat gemilang. Dari sejumlah sumber yang diperoleh MNC News Portal, dia tercatat pernah menjadi pendiri Mahaka Group bersama Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan) dan sejumlah rekan bisnisnya.
Di dunia olahraga, Erick membeli klub sepakbola Internasional, Inter Milan, dari Massimo Moratti pada Oktober 2013. Sejak saat itu dia menjabat sebagai presiden Nerazzurri. Meski begitu, sejak 2016 lalu, Erick melepas sebagian saham Inter Milan kepada perusahaan China, Suning Group.
( )
Bahkan, lelaki kelahiran Jakarta 1970 itu pun pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) periode 2006-2010. Dia pun terpilih menjadi Presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) selama dua periode atau pada 2006-2010 dan 2010-2014.
Sebelumnya Erick sudah merintis bisnisnya di bidang olahraga. Di mana, dia mendirikan klub Bola Basket Mahaka Satria Muda Jakarta dan Mahaputri Jakarta. Pembentukan klub basket itu diiringi dengan keinginannya menjadikan olahraga sebagai kebutuhan dan bisnis.
Meski begitu, dibalik suksesnya Menteri BUMN tak banyak yang tahu jika Erick pernah menelan pil pahit di masa kecilnya. Di depan sejumlah karyawan dan nasabah PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM, dia menuturkan separuh kisahnya itu.
( )
Dari keterangannya, Erick tidak berasal dari keluarga konglomerat. Justru, ayahnya berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung, yang merantau ke Jakarta untuk memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang layak. Di masa itu, selain bersekolah kesehariannya adalah menemani sang Ibu berjualan baju di pasar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Di depan para pegawai BUMN dan nasabah, dia mengakui, sang ayah bukanlah orang dengan kondisi ekonomi yang mumpuni. Justru dengan keterbatasan keuangan keluarga, peran sang ibu untuk membantu ekonomi keluarga sangat dibutuhkan
"Kadang-kadang banyak ibu-ibu juga membantu untuk mendapat nafkah baru, buat saya bukan sesuatu yang aneh. Ibu saya sendiri sama, Ibu saya pernah jualan baju karena bapak saya bukan orang mampu. Saya pernah ikut nungguin ibu saya jualan, tapi kondisinya beda dengan di daerah. Ini jualannya di Pasar Tebet jualan baju, saya pernah ikut sama ibu saya awal-awal sekolah," tuturnya Sabtu, (16/1/2021).
( )
Cerita Erick sendiri merupakan respon dari kisah yang dibagi oleh para Account officer dan nasabah PNM. Di mana, beberapa nasabah menuturkan bagaimana dirinya juga membantu suami untuk mendapat pemasukan rumah tangga, sebagai tambahan pemasukan baru.
(ind)