Gagal Beraksi, Said Iqbal Hanya Bisa Bersaksi

Kamis, 05 Agustus 2021 - 13:31 WIB
loading...
Gagal Beraksi, Said Iqbal Hanya Bisa Bersaksi
Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunda aksi serentak di 1.000 perusahaan karena memerhatikan pandemi dan penyebaran Covid-19 yang masih tinggi dan diperpanjangnya PPKM Level 4 sampai dengan tanggal 9 Agustus 2021.

“Dengan mempertimbangankan kedua hal itu, KSPI menunda pelaksanaan aksi yang seyogyanya akan diselenggarakan pada hari ini,” demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Kamis (5/8/2021).

Namun demikian, lanjut Said, buruh tetap menyuarakan dan mengkampanyekan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Sebagaimana diketahui, hari ini Mahkamah Konstitusi tetap menyelenggarakan persidangan uji formil terhadap UU Cipta Kerja, yang salah satunya diajukan oleh Riden Hatam Aziz sebagai anggota KSPI.

Baca juga:Inggris Siap Pakai Kotoran Manusia untuk Bahan Bakar Pesawat

Dalam persidang uji formil ini, Said Iqbal direncanakan akan hadir sebagai saksi fakta. Said Iqbal menyampaikan, bahwa dirinya akan memberikan kesaksian terkait dengan cacat prosedur pembentukan UU Cipta Kerja.

“Saya akan membongkar fakta dan data terkait dengan cacat formal dan prosedural pembentukan UU Cipta kerja yang tidak melibatkan partisipasi dari buruh pada saat proses penyusunannya,” ujarnya.

Selain itu, Said juga akan menjelaskan, bahwa adanya UU Cipta Kerja yang disahkan di tengah pandemi, justru “menyengsarakan” buruh. Alih-alih investasi akan masuk, sebagaimana yang pernah dijanjikan saat pengesahan UU Cipta Kerja, yang akan terjadi justru sebaliknya.

Dicontohkan Said, saat ini puluhan ribu buruh sudah berubah status hubungan kerjanya menjadi karyawan kontrak atau outsourcing dengan upah harian. Dampaknya, buruh yang merasa ada gejala Covid-19 tetap masuk bekerja karena jika tidak masuk upah hariannya akan dipotong.

“Bila upahnya dipotong, buruh akan berkurang pendapatannya. Sehingga mereka khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan dan bayar kontrakan,” kata Said.

Contoh yang lain, UU Cipta Kerja menghilangkan UMSK. Akibatnya buruh yang baru masuk bekerja pada proses produksi yang sama yang sebelumnya terdapat UMSK, upahnya menjadi lebih rendah. Akibatnya, ketika buruh dirumahkan dan dipotong upahnya, maka upah yang diterimanya menjadi semakin kecil.

“Banyak buruh yang sudah dirumahkan di tengah pandemi Covid-19. Mereka dipotong upahnya dan bahkan tidak dibayar sama sekali dengan alasan pengusaha menggunakan aturan UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Di tengah pandemi ini, sudah jutaan buruh di-PHK dengan mendapatkan pesangon yang sangat kecil karena mengikuti Omnibus Law. Akibatnya nilai pesangon buruh tidak bisa digunakan untuk bertahan hidup akibat PHK.

Bahkan, lanjut Said, buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan cuti hamil upahnya berpotensi dipotong sesuai dengan jumlah hari saat menggunakan cuti haid dan cuti hamilnya.

Baca juga:Sejak Pandemi, Buruh Sebut Banyak Perusahaan Terapkan Kebijakan Ugal-ugalan

Di samping itu, penggunaan outsourcing tanpa batas dan merajalelanya penggunaan buruh kontrak yang dikontrak berulang-ulang di tengah Covid-19 menyebabkan jutaan buruh outsourcing dan kontrak yang paling terdampak secara ekonomi dan kesehatan akibat berlakunya omnibus law.

Untuk itu, Said menegaskan bahwa pihaknya akan membongkar fakta-fakta terkait dengan “pengkhianatan” DPR yang tidak menyerap aspirasi buruh dan "arogansi” pemerintah dan pengusaha hitam yang memaksakan kehendak untuk tetap mengesahkan UU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19.

“Bilamana buruh tidak mendapatkan rasa keadilan dan kebenaran dalam uji formil dan materiil omnibus law UU Cipta Kerja ini, maka buruh akan mengambil langkah mogok nasional yang meluas secara terukur, terarah, dan konstitusional,” tegasnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)