Harga Terjangkau, Batu Bara Masih Jadi Primadona Energi Listrik

Rabu, 25 Agustus 2021 - 22:38 WIB
loading...
A A A
"Pemanfaatan EBT harus melihat kondisi nasional, jangan hanya karena perjanjian internasional. Negara lain ada perjanjian internasional juga, tapi tetap saja masih gencar pakai batu bara," ujar Mamit.

Sementara itu, untuk menyiasati risiko tingginya emisi dari PLTU, Mamit menilai sudah ada teknologi yang dapat memitigasi hal tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan batu bara bisa jadi lebih ramah lingkungan dengan menggunakan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) maupun ultra supercritical boiler. "Memang teknologi ini masih mahal, tapi ke depan sepertinya akan lebih murah dan terjangkau," kata dia.

Adapun, Indonesia saat ini menjadi salah satu produsen dan eksportir utama batu bara di dunia. Pada tahun ini saja, produksi ditargetkan mencapai 550 juta ton dengan opsi penambahan 75 juta ton untuk pasar ekspor. Kemampuan tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang yang cukup dominan dalam industri batu bara global.



Di sisi lain, saat ini tren transisi energi terus berkembang secara global, tak terkecuali di dalam negeri. Hal tersebut membuat pemerintah berkomitmen untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sekaligus mengurangi porsi pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil.

Bahkan, wacana penghentian operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulai 2025 mulai berembus sehingga menjadi faktor risiko bagi industri batu bara dalam jangka panjang. Hanya saja, dari sisi penyumbang emisi, sektor ketenagalistrikan malah bukan menjadi kontributor terbesar. Berdasarkan data McKinsey (2018), sektor kehutanan dan alih guna lahan menyumbang emisi hingga 43 persen, ketenagalistrikan sebesar 14 persen, serta perkebunan sebesar 12 persen.
(nng)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1745 seconds (0.1#10.140)