Heran Harga Bisa Langsung Turun, YLKI Minta Struktur Biaya Tes PCR Dibuka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) meminta pemerintah membuka struktur biaya tes PCR . Pasalnya, harga tes ini dinilai masih tinggi sehingga menjadi kendala bagi masyarakat, khususnya yang ingin menggunakan transportasi udara.
Ketua YLKI Tulus Abadi menilai keputusan presiden yang meminta harga tes PCR diturunkan menjadi Rp300 ribu dan berlaku untuk 3x24 jam patut di apresiasi. Diketahui, awalnya harga tes PCR berada di kisaran Rp900 ribu hingga lebih dari Rp1 juta.
Namun, setelah presiden menginstruksikan agar harganya diturunkan, biaya tes PCR kini berada di kisaran Rp400 sampai Rp500 ribu. Namun, hal itu juga menimbulkan pertanyaan bagi YLKI. Harga tes PCR yang bisa ditekan setelah diinstruksikan Presiden, kata Tulus, menimbulkan pertanyaan besar mengenai berapa sebenarnya harga tes PCR sesungguhnya. Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu membuka struktur biaya tes PCR.
"Pemerintah belum transparan terkait harga tes PCR tersebut, berapa sesungguhnya struktur biaya PCR, dan berapa persen margin profit yang diperoleh oleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar," ujar Tulus, dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Selasa (26/10/2021).
Tulus menegaskan, peran pemerintah seharusnya tidak sebatas meminta menurunkan harga tes PCR. Namun, pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap kepatuhan perintah tersebut.
"Setelah Presiden memerintahkan untuk diturunkan harganya, maka pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas perintahnya. Sebab saat ini banyak sekali provider yang menetapkan harga PCR di atas harga HET yg ditetapkan pemerintah, dengan alasan 'PCR Ekspress' dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp1,5 juta dan seterusnya," sambung Tulus.
Selain itu pengawasan juga penting untuk dilakukan pada masa uji lab yang semula 1x24 jam menjadi maksimal 1x12 jam. Hal tersebut berguna untuk menghindari pihak provider/lab mengulur waktu hasil uji lab tersebut, sehingga muncul opsi di tengah masyarakat untuk menggunakan tes PCR cepat.
"Ketika hal tersebut sudah bisa berjalan, maka upaya pemerintah untuk menerapkan wajib PCR untuk semua moda transportasi dapat terwujud untuk memperoleh data testing, tracing, dan treatment yang lebih cepat," ujarnya.
Terkait wacana bahwa semua moda transportasi akan diwajibkan tes PCR, Tulus menegaskan bahwa hal itu baru bisa dilakukan jika harga PCR bisa diturunkan secara signifikan. "Misalnya menjadi Rp100 ribu. Sebab jika tarifnya masih Rp300 ribu, mana mungkin penumpang bus suruh membayar PCR yang tarifnya lebih tinggi dari pada tarif busnya sendiri," cetusnya.
Ketua YLKI Tulus Abadi menilai keputusan presiden yang meminta harga tes PCR diturunkan menjadi Rp300 ribu dan berlaku untuk 3x24 jam patut di apresiasi. Diketahui, awalnya harga tes PCR berada di kisaran Rp900 ribu hingga lebih dari Rp1 juta.
Namun, setelah presiden menginstruksikan agar harganya diturunkan, biaya tes PCR kini berada di kisaran Rp400 sampai Rp500 ribu. Namun, hal itu juga menimbulkan pertanyaan bagi YLKI. Harga tes PCR yang bisa ditekan setelah diinstruksikan Presiden, kata Tulus, menimbulkan pertanyaan besar mengenai berapa sebenarnya harga tes PCR sesungguhnya. Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu membuka struktur biaya tes PCR.
"Pemerintah belum transparan terkait harga tes PCR tersebut, berapa sesungguhnya struktur biaya PCR, dan berapa persen margin profit yang diperoleh oleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar," ujar Tulus, dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Selasa (26/10/2021).
Tulus menegaskan, peran pemerintah seharusnya tidak sebatas meminta menurunkan harga tes PCR. Namun, pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap kepatuhan perintah tersebut.
"Setelah Presiden memerintahkan untuk diturunkan harganya, maka pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas perintahnya. Sebab saat ini banyak sekali provider yang menetapkan harga PCR di atas harga HET yg ditetapkan pemerintah, dengan alasan 'PCR Ekspress' dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp1,5 juta dan seterusnya," sambung Tulus.
Selain itu pengawasan juga penting untuk dilakukan pada masa uji lab yang semula 1x24 jam menjadi maksimal 1x12 jam. Hal tersebut berguna untuk menghindari pihak provider/lab mengulur waktu hasil uji lab tersebut, sehingga muncul opsi di tengah masyarakat untuk menggunakan tes PCR cepat.
"Ketika hal tersebut sudah bisa berjalan, maka upaya pemerintah untuk menerapkan wajib PCR untuk semua moda transportasi dapat terwujud untuk memperoleh data testing, tracing, dan treatment yang lebih cepat," ujarnya.
Terkait wacana bahwa semua moda transportasi akan diwajibkan tes PCR, Tulus menegaskan bahwa hal itu baru bisa dilakukan jika harga PCR bisa diturunkan secara signifikan. "Misalnya menjadi Rp100 ribu. Sebab jika tarifnya masih Rp300 ribu, mana mungkin penumpang bus suruh membayar PCR yang tarifnya lebih tinggi dari pada tarif busnya sendiri," cetusnya.
(fai)