Tunjangan Kantor untuk Karyawan Akan Dipajaki, Ekonom: Sudah Seharusnya

Jum'at, 05 November 2021 - 20:08 WIB
loading...
Tunjangan Kantor untuk Karyawan Akan Dipajaki, Ekonom: Sudah Seharusnya
Pengenaan pajak terhadap fasilitas perusahaan seperti tunjangan rumah dan mobil yang diberikan kepada karyawan hingga tingkat direksi akan dilakukan mulai 2022. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pengenaan pajak terhadap fasilitas perusahaan seperti tunjangan rumah dan kendaraan yang diberikan kepada karyawan hingga tingkat direksi akan dilakukan mulai tahun depan sesuai dengan UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) .

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pengenaan pajak atas tunjangan yang diberikan perusahaan kepada karyawan memang sudah seharusnya dilakukan.

"Ini sebenarnya bukan masalah nilai pajaknya, ini Lebih terkait konsepsi pajak, penerimaan manfaat atau nilai suatu barang hendaknya dikenakan pajak. Jadi, hadiah hibah fasilitas perusahaan seharusnya dikenakan pajak," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (5/11/2021).



Dia menjelaskan, karyawan yang mendapat fasilitas-fasilitas tersebut pada umumnya bukanlah karyawan rendahan, sehingga penetapan pajak ini sudah tepat untuk dilakukan.

"Yang mendapatkan penghasilan natura itu umumnya bukan karyawan rendah. Misalnya yang mendapatkan fasilitas rumah dinas itu setahu saya para pejabat," tuturnya.

Dalam pelaksaanaannya, menurut Piter, tinggal dikembalikan kepada para perusahaan. Artinya, mungkin pajak bisa ditanggung oleh perusahaan atau dapat dibayarkan oleh pegawainya.

Namun, yang perlu dicatat menurutnya adalah pajak itu nilainya jika dibandingkan manfaat yang diterima. "Misal apakah kita akan menolak menerima fasilitas rumah dari perusahaan karena ada pajaknya?" sambungnya.



Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, pengenaan pajak terhadap barang-barang tersebut yang diberikan kepada karyawan sesuai dengan tujuan keadlian.

"Oleh sebab itulah, melalui UU HPP, natura tertentu yang umumnya menjadi fasilitas yang diterima oleh karyawan dengan jabatan tertentu akan disasar melalui fringe benefit tax (FBT). Tujuannya untuk mendukung keadilan," sambungnya.

Bawono mengatakan saat FBT sudah banyak diterapkan di beberapa negara lain bahkan menjadi sesuatu yang lumrah. Hal tersebut supaya terdapat perlakuan setara antara tambahan kemampuan ekonomis yang berupa gaji/upah dengan yang berupa natura.

"Saya melihat ketentuan ini lebih berorientasi bagi keadilan dan bukan penerimaan. Melalui UU HPP, atas natura tersebut menjadi objek pajak (taxable income) bagi pihak yang menerima. Sedangkan, dari sisi pemberi natura/perusahaan atas natura tersebut bisa menjadi biaya pengurang penghasilan (deductible)," pungkasnya.



Sebagai catatan, kebijakan ini merupakan implikasi dari terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang antara lain merevisi sejumlah pasal terkait objek pajak di Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)

Pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh terdapat perubahan terkait natura dan/atau kenikmatan, yang sebelumnya bukan objek pajak menjadi objek pajak bagi penerimanya.

Sebelumnya, penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan yang dikategorikan penghasilan kena pajak meliputi gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Mulai tahun 2022 ditambah dengan natura dan/atau fasilitas yang diberikan kepada perusahaan seperti rumah dinas maupun kendaraan.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2022 seconds (0.1#10.140)