Dianggap Merugikan Nelayan, Aturan Ekspor Lobster Perlu Dikaji Mendalam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang diteken pada 4 Mei 2020 menuai kritik. Permen itu dianggap merugikan nelayan dan merusak budi daya.
Ombudsman dan sejumlah pihak menilai pelaksanaan permen itu berpotensi menimbulkan persaingan tak sehat. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menilai, pelaksanaan permen tersebut berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratifnya. Apalagi, ada potensi terjadi kecurangan dalam ekspor tersebut.
“Karena penetapan yang bersifat terbatas akan berpotensi bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat,” kata Alamsyah di Jakarta baru-baru ini.
Alamsyah menuturkan, janji politik pemerintah meningkatkan nilai tambah lokal dalam rantai pasok haruslah jadi acuan. Peraturan yang menyangkut banyak orang dan masa depan sumber daya alam Indonesia sebaiknya disusun lebih partisipatif. (Baca: Ekonom Khawatir Iuran Tapera Miliki Motif Terselubung)
Ombudsman pun menyarankan agar permen itu kembali dikaji lebih mendalam. Kementerian KKP, tegasnya, jangan hanya hitung untung-rugi. “Tidak begitulah caranya mengelola negara,” ucapnya.
Ombudsman mengingatkan, agar pemerintah bertindak transparan dalam penunjukan eksportir. Jangan sampai yang terpilih malah mereka yang sebelumnya terlibat menyelundupkan lobster dan benihnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menilai Permen KP 12/2020 adalah kemenangan bagi investor, eksportir, dan importir. Padahal, aturan tersebut memberi ancaman pada penghidupan nelayan, keberlangsungan sumber daya perikanan, serta perekonomian nasional.
“Dalam Permen KP 12/2020 sangat proinvestor serta eksportir, dan mengkhianati nelayan kecil maupun tradisional,” kata Susan. (Baca juga: Pemgnunjung Mal Dibatasi Saat New Normal, Karyawan Bakal Dikurangi)
Susan mengaku merasa khawatir keberadaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 12/2020 ini justru memberi peluang bagi para investor, eksportir tertentu untuk bermain mata. Untuk itu, penegak hukum harus mengantisipasinya. “Tentu (ada celah untuk bermain bagi investor), makanya hal itu harus diantisipasi. Tapi, melihat KPK pun dilemahkan, juga berat,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan terus mendorong usaha-usaha budi daya dengan penerbitan Permen KP 12/2020, terutama mendorong peningkatan budi daya lobster di daerah. (Baca juga: Langgar PSBB Transisi, Tempat Hiburan Malam Disegel Satpol PP Kota Bogor)
Terkait ekspor, Slamet mengatakan, KKP terus melakukan monitoring dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor. Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan. (Rakhmat Baihaqi)
Ombudsman dan sejumlah pihak menilai pelaksanaan permen itu berpotensi menimbulkan persaingan tak sehat. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menilai, pelaksanaan permen tersebut berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratifnya. Apalagi, ada potensi terjadi kecurangan dalam ekspor tersebut.
“Karena penetapan yang bersifat terbatas akan berpotensi bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat,” kata Alamsyah di Jakarta baru-baru ini.
Alamsyah menuturkan, janji politik pemerintah meningkatkan nilai tambah lokal dalam rantai pasok haruslah jadi acuan. Peraturan yang menyangkut banyak orang dan masa depan sumber daya alam Indonesia sebaiknya disusun lebih partisipatif. (Baca: Ekonom Khawatir Iuran Tapera Miliki Motif Terselubung)
Ombudsman pun menyarankan agar permen itu kembali dikaji lebih mendalam. Kementerian KKP, tegasnya, jangan hanya hitung untung-rugi. “Tidak begitulah caranya mengelola negara,” ucapnya.
Ombudsman mengingatkan, agar pemerintah bertindak transparan dalam penunjukan eksportir. Jangan sampai yang terpilih malah mereka yang sebelumnya terlibat menyelundupkan lobster dan benihnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menilai Permen KP 12/2020 adalah kemenangan bagi investor, eksportir, dan importir. Padahal, aturan tersebut memberi ancaman pada penghidupan nelayan, keberlangsungan sumber daya perikanan, serta perekonomian nasional.
“Dalam Permen KP 12/2020 sangat proinvestor serta eksportir, dan mengkhianati nelayan kecil maupun tradisional,” kata Susan. (Baca juga: Pemgnunjung Mal Dibatasi Saat New Normal, Karyawan Bakal Dikurangi)
Susan mengaku merasa khawatir keberadaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 12/2020 ini justru memberi peluang bagi para investor, eksportir tertentu untuk bermain mata. Untuk itu, penegak hukum harus mengantisipasinya. “Tentu (ada celah untuk bermain bagi investor), makanya hal itu harus diantisipasi. Tapi, melihat KPK pun dilemahkan, juga berat,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan terus mendorong usaha-usaha budi daya dengan penerbitan Permen KP 12/2020, terutama mendorong peningkatan budi daya lobster di daerah. (Baca juga: Langgar PSBB Transisi, Tempat Hiburan Malam Disegel Satpol PP Kota Bogor)
Terkait ekspor, Slamet mengatakan, KKP terus melakukan monitoring dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor. Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)