Perang Ukraina Bisa Bikin Harga Batu Bara Memanas hingga USD500 per Ton
loading...
A
A
A
KIEV - Ledakan harga batu bara diperkirakan bakal terus berlanjut hingga tembus USD500 per ton tahun ini, menurut penelitian yang dirilis Rystad Energy. Harga batu bara dunia bertengger di kisaran USD367,9/ton saat ini atau mengalami kenaikan 143% point-to-point (ptp) dari USD151,45/ton pada awal tahun.
Bahkan pada 23 Februari 2022 lalu, harga batu bara meroket hingga mencapai USD462 per ton dengan peningkatannya sebesar USD186. Ketika sebagian besar Eropa dan dunia tengah fokus tentangan bagaimana menahan efek Perang Rusia Ukraina terhadap minyak dan gas. Kini guncangan harga batu bara juga diramalkan bakal menyebar seperti tsunami di seluruh dunia.
Rusia sendiri merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa. Menurut Eurostat, tahun lalu, Rusia memasok negara-negara anggota Uni Eropa dengan 36 juta ton batu bara termal, mewakili 70% dari total impor batu bara termal.
Sementara satu dekade lalu, impor batu bara Uni Eropa dari Rusia porsinya hanya 35% dari total impor. Saat permintaan batu bara untuk pembangkit listrik telah mengalami tren penurunan selama 10 tahun terakhir.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Eropa telah menjadi semakin tergantung pada batu bara Rusia dan pangsa pasar negara berjuluk Beruang Merah itu telah tumbuh secara substansial dari waktu ke waktu.
"Hampir tidak ada surplus (pasokan) batu bara termal yang tersedia secara global. Harga telah melonjak melewati USD400 dan USD500 per ton dan tampaknya sedang dimainkan," kata Wakil Presiden Batubara di Rystad Energy, Steve Hulton dilansir dari oilprice.com.
Lantaran harga gas terus melonjak, pemerintah Eropa mungkin mencari batu bara untuk mengisi kekurangan dalam pembangkit listrik karena penggunaan gas diperkecil. Namun, konsumen batu bara akan berjuang untuk mendapatkan pasokan tambahan dari produsen alternatif karena keseimbangan penawaran /permintaan batu bara termal lintas laut internasional sangat ketat.
Yang menjadi masalah, tidak hanya berperan sebagai pemasok utama di Eropa, Rusia juga mengirimkan batu baranya ke berbagai belahan dunia. Rusia merupakan eksportir terbesar ketiga dunia setelah Indonesia dan Australia. Pada 2020, ekspor Rusia mencapai 212 juta ton menurut Badan Energi Dunia (IEA).
Seberapa Tinggi Harga Batu Bara Bisa Naik?
Jika sanksi terhadap perdagangan batu bara dengan Rusia berlanjut atau ada gangguan pada transportasi kereta api dan pelabuhan Rusia, maka langit adalah batasnya. Produsen dan pedagang melaporkan bahwa pembeli sudah mulai beralih dari batu bara Rusia baik di pasar Atlantik dan Pasifik.
Dan ancaman peningkatan permintaan, namun kurangnya pasokan yang tersedia bisa menimbulkan gejolak pasar. Dalam seminggu terakhir, harga batu bara di Eropa dan Pasifik telah mengalami lompatan besar.
Sebagai tanda betapa ketat dan gugupnya pasar, perdagangan fisik batu bara Newcastle FOB (6.000 kkal) dilaporkan minggu lalu di USD400 per ton.
Jika pasokan dari Rusia berhenti akibat perang, dunia akan kurang lebih akan kehilangan 17% pasokannya. Adapun, sanksi yang diterima Rusia mempengaruhi suplai batu bara dunia. Meskipun demikian, hantaman terbesar dirasakan Eropa karena harga gas alam meroket membuat batu bara jadi alternatif.
Sementara itu Jerman berencana untuk memperpanjang penggunaan batu bara untuk sumber energi mereka sebagai pengganti energi gas/minyak dari Rusia. Polandia adalah produsen batu bara terbesar yang tersisa di Eropa dan sekitar 70% dari total pembangkit listrik mereka bersumber dari batu bara.
Produksi batu bara Polandia naik sedikit pada tahun 2021, dimana negara ini memproduksi 52 juta ton lignit (batubara coklat), naik 13% secara year to year, dan 55 juta ton batu bara keras atau meningkat 1%.
Namun, tren produksi jangka panjang mereka menurun dan sementara Polandia mengekspor beberapa batu bara termal dan kokas ke negara-negara Uni Eropa tetangga. Ia juga telah meningkatkan impor batu bara termal kualitas tinggi dari Rusia karena umumnya lebih murah daripada produksi lokal.
Salah satu tempat pertama yang akan dihubungi pembeli adalah pemasok dari Kolombia dan Afrika Selatan. Produksi batu bara Kolombia yang hampir semuanya diekspor, pulih pada 2021 menyusul penurunan besar pada 2020 karena Covid-19 dan perselisihan industri selama tiga bulan di Cerrejon.
Sedangkan produksi batu bara AS saat ini mengalami kebangkitan setelah beberapa tahun menurun, didorong oleh permintaan batu bara yang kuat dan peningkatan harga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Berdasarkan data Badan Energi Dunia (IEA) yang dilaporkan pada 3Q 2021, produsen batu bara termal AS berada di jalur untuk akhirnya mengekspor sekitar 36 juta ton tahun lalu, meningkat 30% dari tahun 2020. Hanya sekitar 5 juta ton yang ditujukan ke Eropa karena pasar Asia kembali terbukti menjadi tujuan yang populer dan berkembang.
Dengan kurangnya investasi di daerah pertambangan baru dan kebanyakan investor menghindari sektor ini, beberapa tambang AS telah ditutup dalam beberapa tahun terakhir, yang akan menghambat kemampuan untuk meningkatkan pasokan batu bara tambahan untuk pasar Eropa. Terutama ketika pembangkit listrik AS membayar harga tinggi untuk pasokan domestik.
Bahkan pada 23 Februari 2022 lalu, harga batu bara meroket hingga mencapai USD462 per ton dengan peningkatannya sebesar USD186. Ketika sebagian besar Eropa dan dunia tengah fokus tentangan bagaimana menahan efek Perang Rusia Ukraina terhadap minyak dan gas. Kini guncangan harga batu bara juga diramalkan bakal menyebar seperti tsunami di seluruh dunia.
Rusia sendiri merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa. Menurut Eurostat, tahun lalu, Rusia memasok negara-negara anggota Uni Eropa dengan 36 juta ton batu bara termal, mewakili 70% dari total impor batu bara termal.
Sementara satu dekade lalu, impor batu bara Uni Eropa dari Rusia porsinya hanya 35% dari total impor. Saat permintaan batu bara untuk pembangkit listrik telah mengalami tren penurunan selama 10 tahun terakhir.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Eropa telah menjadi semakin tergantung pada batu bara Rusia dan pangsa pasar negara berjuluk Beruang Merah itu telah tumbuh secara substansial dari waktu ke waktu.
"Hampir tidak ada surplus (pasokan) batu bara termal yang tersedia secara global. Harga telah melonjak melewati USD400 dan USD500 per ton dan tampaknya sedang dimainkan," kata Wakil Presiden Batubara di Rystad Energy, Steve Hulton dilansir dari oilprice.com.
Lantaran harga gas terus melonjak, pemerintah Eropa mungkin mencari batu bara untuk mengisi kekurangan dalam pembangkit listrik karena penggunaan gas diperkecil. Namun, konsumen batu bara akan berjuang untuk mendapatkan pasokan tambahan dari produsen alternatif karena keseimbangan penawaran /permintaan batu bara termal lintas laut internasional sangat ketat.
Yang menjadi masalah, tidak hanya berperan sebagai pemasok utama di Eropa, Rusia juga mengirimkan batu baranya ke berbagai belahan dunia. Rusia merupakan eksportir terbesar ketiga dunia setelah Indonesia dan Australia. Pada 2020, ekspor Rusia mencapai 212 juta ton menurut Badan Energi Dunia (IEA).
Seberapa Tinggi Harga Batu Bara Bisa Naik?
Jika sanksi terhadap perdagangan batu bara dengan Rusia berlanjut atau ada gangguan pada transportasi kereta api dan pelabuhan Rusia, maka langit adalah batasnya. Produsen dan pedagang melaporkan bahwa pembeli sudah mulai beralih dari batu bara Rusia baik di pasar Atlantik dan Pasifik.
Dan ancaman peningkatan permintaan, namun kurangnya pasokan yang tersedia bisa menimbulkan gejolak pasar. Dalam seminggu terakhir, harga batu bara di Eropa dan Pasifik telah mengalami lompatan besar.
Sebagai tanda betapa ketat dan gugupnya pasar, perdagangan fisik batu bara Newcastle FOB (6.000 kkal) dilaporkan minggu lalu di USD400 per ton.
Jika pasokan dari Rusia berhenti akibat perang, dunia akan kurang lebih akan kehilangan 17% pasokannya. Adapun, sanksi yang diterima Rusia mempengaruhi suplai batu bara dunia. Meskipun demikian, hantaman terbesar dirasakan Eropa karena harga gas alam meroket membuat batu bara jadi alternatif.
Sementara itu Jerman berencana untuk memperpanjang penggunaan batu bara untuk sumber energi mereka sebagai pengganti energi gas/minyak dari Rusia. Polandia adalah produsen batu bara terbesar yang tersisa di Eropa dan sekitar 70% dari total pembangkit listrik mereka bersumber dari batu bara.
Produksi batu bara Polandia naik sedikit pada tahun 2021, dimana negara ini memproduksi 52 juta ton lignit (batubara coklat), naik 13% secara year to year, dan 55 juta ton batu bara keras atau meningkat 1%.
Namun, tren produksi jangka panjang mereka menurun dan sementara Polandia mengekspor beberapa batu bara termal dan kokas ke negara-negara Uni Eropa tetangga. Ia juga telah meningkatkan impor batu bara termal kualitas tinggi dari Rusia karena umumnya lebih murah daripada produksi lokal.
Salah satu tempat pertama yang akan dihubungi pembeli adalah pemasok dari Kolombia dan Afrika Selatan. Produksi batu bara Kolombia yang hampir semuanya diekspor, pulih pada 2021 menyusul penurunan besar pada 2020 karena Covid-19 dan perselisihan industri selama tiga bulan di Cerrejon.
Sedangkan produksi batu bara AS saat ini mengalami kebangkitan setelah beberapa tahun menurun, didorong oleh permintaan batu bara yang kuat dan peningkatan harga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Berdasarkan data Badan Energi Dunia (IEA) yang dilaporkan pada 3Q 2021, produsen batu bara termal AS berada di jalur untuk akhirnya mengekspor sekitar 36 juta ton tahun lalu, meningkat 30% dari tahun 2020. Hanya sekitar 5 juta ton yang ditujukan ke Eropa karena pasar Asia kembali terbukti menjadi tujuan yang populer dan berkembang.
Dengan kurangnya investasi di daerah pertambangan baru dan kebanyakan investor menghindari sektor ini, beberapa tambang AS telah ditutup dalam beberapa tahun terakhir, yang akan menghambat kemampuan untuk meningkatkan pasokan batu bara tambahan untuk pasar Eropa. Terutama ketika pembangkit listrik AS membayar harga tinggi untuk pasokan domestik.
(akr)