Waspadai Efek Domino Naiknya Harga Minyak Dunia

Kamis, 31 Maret 2022 - 07:18 WIB
loading...
Waspadai Efek Domino Naiknya Harga Minyak Dunia
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia terhadap Ketahanan Energi dan Stabilitas Nasional di Jakarta, Selasa (29/3/2022).
A A A
JAKARTA - Kenaikan harga minyak dunia dinilai bakal memberikan dampak signifikan bagi kondisi perekonomian dalam negeri. Pemerintah pun diminta mewaspadai efek negatif kenaikan harga minyak dunia termasuk naiknya harga BBM dalam negeri.

“Cepat atau lambat kenaikan harga minyak dunia akan berimbas pada harga BBM dalam negeri. Situasi ini harus segera diantisipasi agar tidak memicu gejolak jika sewaktu-waktu pemerintah terpaksa harus menaikkan harga BBM,” ujar Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia terhadap Ketahanan Energi dan Stabilitas Nasional, Selasa (29/3/2022).

Hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut anggota Komisi VI DPR RI Rita Juwita Sari, Chairperson Indonesian Petroleum Association Ali Nasir, Chairman Komunitas Migas Indonesia S. Herry Putranto, serta Center for Energy Policy M Kholid Syeirazi.

(Baca juga:Stabilisasi Harga BBM Didukung DPR)

Cucun mengatakan Indonesia merupakan negara net-importir komoditas minyak dan gas. Meskipun Indonesia memproduksi minyak mentah beserta turunannya, namun hal itu belum dapat memenuhi kebutuhan pemakaian dalam negeri. “Tercatat impor minyak dan gas sepanjang 2021 mencapai USD196,2 miliar atau setara dengan Rp2,024 triliun,” katanya.

Situasi geopolitik dewasa ini, lanjut Cucun cenderung tidak menguntungkan Indonesia sebagai negara net-importir komoditas minyak dan gas. Konflik Rusia dan Ukraina turut mengerek harga minyak dunia.

(Baca juga:Harga BBM dan Wabah Virus Korona)

Di sisi lain, Indonesia Crude Price (ICP) turut terdampak hingga pada level USD114 per barel. “Kondisi ini tentunya mempengaruhi berbagai hal krusial. Di antaranya struktur APBN yang terbebani dan naiknya harga-harga bahan pokok,” katanya.

Sementara itu Rita Juwita Sari mengungkapkan setiap kenaikan USD1 harga minyak dunia akan berdampak pada besaran subsidi energi yang harus ditanggung oleh APBN. Padahal saat ini terjadi kenaikan hampir US60 per barel harga rata-rata minyak dunia jika dibandingkan sebelum masa pandemi Covid-19.

“Situasi yang tak dapat terhindarkan selain bertambahnya beban APBN adalah kenaikan harga minyak dunia dipastikan akan mengerek harga berbagai kebutuhan pokok, baik karena meningkatnya ongkos produksi maupun tingginya biaya distribusi,” katanya.

(Baca juga:Pemerintah Diminta Transparan Dalam Penyesuaian Harga BBM)

Politikus PKB ini menilai saat ini menjadi momentum tepat bagi pemerintah agar benar-benar serius menyiapkan energi baru terbarukan. Meskipun investasi untuk sektor ini mahal namun dalam jangka panjang, energi baru terbarukan bisa menjadi penyelamat untuk memenuhi kebutuhan energi di tanah air.

“Indonesia mempunyai sangat besar dalam bidang energi baru terbarukan. Ada energi surya, geothermal, air, hingga angin. Semua potensi energi ini bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi kita di masa depan,” katanya.

Sementara itu Chairperson Indonesian Petroleum Association Ali Nasir mengungkapkan jika migas masih akan mendominasi bauran energi Indonesia bahkan dunia hingga 30-50 tahun ke depan. Fenomena ini harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan iklim investasi di hulu migas.

“Satu-satunya cara mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor migas adalah meningkatkan produksi dalam negeri. Maka harus diciptakan iklim kondusif bagi investasi hulu migas sehingga bisa menarik minat investor,” ujarnya.

Ali Nasir mengatakan ada tiga pilar investasi yang harus dipenuhi agar tercipta iklim kondusif bagi investasi di hulu migas. Tiga pilar tersebut adalah adanya ketersediaan sumber-sumber migas, adanya fiscal terms yang mendukung investasi dalam bentuk keringanan pajak, maupun kepastian hukum atau legal stability.

“Pilar pertama adalah sesuatu yang given, sedangkan pilar kedua dan ketiga tergantung kita karena itu adalah domain kita apakah mau menginisiasi adanya kemudahan fiskal maupun menciptakan kepastian hukum dalam mendukung investasi di hulu migas,” katanya.

(Baca juga:Harga Minyak Dunia Naik Terus, Harga Keekonomian Pertamax Kini Rp16.000 per Liter)

Chairman Komunitas Migas Indonesia Herry Putranto mengungkapkan jika Indonesia tidak memiliki Energy Buffer Reserves. Namun hanya memiliki cadangan operasional Pertamina yang hanya bertahan 15-20 hari saja. “Situasi ini membuat posisi Indonesia cukup riskan. Sebab jika benar-benar terjadi gejolak minyak dunia, maka sumber energi di Indonesia akan sangat terbatas,” katanya.

Sementara M Kholid Syeirazi mendorong agar adanya revisi UU Minyak dan Gas di Indonesia. Revisi ini akan sangat berdampak pada upaya terciptanya kondusifitas iklim investasi di hulu migas.

Menurutnya pemenuhan sumber energi di Indonesia mempunyai masalah baik di hulu dan di hilir. Di sisi hulu ada dua putusan MK terkait UU Migas yang tidak kondusif bagi iklim investasi karena memunculkan kerumitan perizinan.

“Sedangkan di sektor hilir Indonesia tidak mempunyai kilang minyak yang memadai. Terakhir kita bangun kilang minyak di 1995 yakni Kilang Minyak Balongan. Selain itu persoalan minyak sangat sensitif terhadap situasi politik. Kesulitan di hulu dan hilir ini butuh diuraikan sehingga mimpi Indonesia membangun ketahanan dan kemandirian energi bisa terealisasikan,” katanya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0999 seconds (0.1#10.140)