Perang Ukraina Bisa Bikin Harga Batu Bara Memanas hingga USD500 per Ton
Minggu, 13 Maret 2022 - 20:08 WIB
KIEV - Ledakan harga batu bara diperkirakan bakal terus berlanjut hingga tembus USD500 per ton tahun ini, menurut penelitian yang dirilis Rystad Energy. Harga batu bara dunia bertengger di kisaran USD367,9/ton saat ini atau mengalami kenaikan 143% point-to-point (ptp) dari USD151,45/ton pada awal tahun.
Bahkan pada 23 Februari 2022 lalu, harga batu bara meroket hingga mencapai USD462 per ton dengan peningkatannya sebesar USD186. Ketika sebagian besar Eropa dan dunia tengah fokus tentangan bagaimana menahan efek Perang Rusia Ukraina terhadap minyak dan gas. Kini guncangan harga batu bara juga diramalkan bakal menyebar seperti tsunami di seluruh dunia.
Rusia sendiri merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa. Menurut Eurostat, tahun lalu, Rusia memasok negara-negara anggota Uni Eropa dengan 36 juta ton batu bara termal, mewakili 70% dari total impor batu bara termal.
Sementara satu dekade lalu, impor batu bara Uni Eropa dari Rusia porsinya hanya 35% dari total impor. Saat permintaan batu bara untuk pembangkit listrik telah mengalami tren penurunan selama 10 tahun terakhir.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Eropa telah menjadi semakin tergantung pada batu bara Rusia dan pangsa pasar negara berjuluk Beruang Merah itu telah tumbuh secara substansial dari waktu ke waktu.
"Hampir tidak ada surplus (pasokan) batu bara termal yang tersedia secara global. Harga telah melonjak melewati USD400 dan USD500 per ton dan tampaknya sedang dimainkan," kata Wakil Presiden Batubara di Rystad Energy, Steve Hulton dilansir dari oilprice.com.
Lantaran harga gas terus melonjak, pemerintah Eropa mungkin mencari batu bara untuk mengisi kekurangan dalam pembangkit listrik karena penggunaan gas diperkecil. Namun, konsumen batu bara akan berjuang untuk mendapatkan pasokan tambahan dari produsen alternatif karena keseimbangan penawaran /permintaan batu bara termal lintas laut internasional sangat ketat.
Yang menjadi masalah, tidak hanya berperan sebagai pemasok utama di Eropa, Rusia juga mengirimkan batu baranya ke berbagai belahan dunia. Rusia merupakan eksportir terbesar ketiga dunia setelah Indonesia dan Australia. Pada 2020, ekspor Rusia mencapai 212 juta ton menurut Badan Energi Dunia (IEA).
Bahkan pada 23 Februari 2022 lalu, harga batu bara meroket hingga mencapai USD462 per ton dengan peningkatannya sebesar USD186. Ketika sebagian besar Eropa dan dunia tengah fokus tentangan bagaimana menahan efek Perang Rusia Ukraina terhadap minyak dan gas. Kini guncangan harga batu bara juga diramalkan bakal menyebar seperti tsunami di seluruh dunia.
Rusia sendiri merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa. Menurut Eurostat, tahun lalu, Rusia memasok negara-negara anggota Uni Eropa dengan 36 juta ton batu bara termal, mewakili 70% dari total impor batu bara termal.
Sementara satu dekade lalu, impor batu bara Uni Eropa dari Rusia porsinya hanya 35% dari total impor. Saat permintaan batu bara untuk pembangkit listrik telah mengalami tren penurunan selama 10 tahun terakhir.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Eropa telah menjadi semakin tergantung pada batu bara Rusia dan pangsa pasar negara berjuluk Beruang Merah itu telah tumbuh secara substansial dari waktu ke waktu.
"Hampir tidak ada surplus (pasokan) batu bara termal yang tersedia secara global. Harga telah melonjak melewati USD400 dan USD500 per ton dan tampaknya sedang dimainkan," kata Wakil Presiden Batubara di Rystad Energy, Steve Hulton dilansir dari oilprice.com.
Lantaran harga gas terus melonjak, pemerintah Eropa mungkin mencari batu bara untuk mengisi kekurangan dalam pembangkit listrik karena penggunaan gas diperkecil. Namun, konsumen batu bara akan berjuang untuk mendapatkan pasokan tambahan dari produsen alternatif karena keseimbangan penawaran /permintaan batu bara termal lintas laut internasional sangat ketat.
Yang menjadi masalah, tidak hanya berperan sebagai pemasok utama di Eropa, Rusia juga mengirimkan batu baranya ke berbagai belahan dunia. Rusia merupakan eksportir terbesar ketiga dunia setelah Indonesia dan Australia. Pada 2020, ekspor Rusia mencapai 212 juta ton menurut Badan Energi Dunia (IEA).
Lihat Juga :
tulis komentar anda