Jreng! KPPU Endus Ada Indikasi Monopoli Ekspor Benih Lobster
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali buka suara terkait izin ekspor benur lobster yang belakangan menjadi isu hangat. Hal tersebut menyusul ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi ekspor benur lobster.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, mengatakan ada dugaan pelanggaran pada kasus ekspor benur lobster. Namun dugaan pelanggaran tersebut bukan pada pemberian izin ekspornya melainkan dalam hal pendistribusian logistiknya.
“Dari sisi izin ekspor kami sudah melakukan telaahdan kami tidak menemukan dugaan pelanggaran dari sisi izin. Namun dari sisi jasa layanan menurut kami ada beberapa indikasi pelanggaran,” ujarnya dalam acara konferensi pers di Hotel Aloft, Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Menurut Guntur, ada beberapa indikasi pelanggaran pada jasa layanan pengiriman ekspor benur lobster ini. Pertama misalnya adalah adanya indikasi monopoli pada penunjukan pengiriman ekspor benur lobster tersebut. “Kita tahu perusahaan jasa logisitk tidak hanya satu tapi pada praktiknya hanya satu perusahaan saja yang melayani,” ucapnya.
Indikasi kedua adalah terjadinya praktik monopoli bisnis, yakni penetapan tarif tak wajar dalam pengiriman ekspor benur lobster. Adapun PT Aero Citra Kargo ACK selaku perusahaan yang ditunjuk sebagai layanan kargo, mematok harga Rp 1.800 per ekor.
Kemudian indikasi ketiga adalah ekspor benur lobster hanya lewat satu pintu keluar yakni,Bandara Soekarno-Hatta. Padahal banyak pilihan bandar udara yang dapat menjadi akses pengiriman. “Kedua. Harga yang ditawarkan excepsit. Karena memang 1.800 aa beberapa versi juga. Kemudian kami anggap jasa layanannya tidak efisien. Mengapa? Karena hanya melalui pintu keluar soekarno hatta,” ucapnya.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, mengatakan ada dugaan pelanggaran pada kasus ekspor benur lobster. Namun dugaan pelanggaran tersebut bukan pada pemberian izin ekspornya melainkan dalam hal pendistribusian logistiknya.
“Dari sisi izin ekspor kami sudah melakukan telaahdan kami tidak menemukan dugaan pelanggaran dari sisi izin. Namun dari sisi jasa layanan menurut kami ada beberapa indikasi pelanggaran,” ujarnya dalam acara konferensi pers di Hotel Aloft, Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Menurut Guntur, ada beberapa indikasi pelanggaran pada jasa layanan pengiriman ekspor benur lobster ini. Pertama misalnya adalah adanya indikasi monopoli pada penunjukan pengiriman ekspor benur lobster tersebut. “Kita tahu perusahaan jasa logisitk tidak hanya satu tapi pada praktiknya hanya satu perusahaan saja yang melayani,” ucapnya.
Indikasi kedua adalah terjadinya praktik monopoli bisnis, yakni penetapan tarif tak wajar dalam pengiriman ekspor benur lobster. Adapun PT Aero Citra Kargo ACK selaku perusahaan yang ditunjuk sebagai layanan kargo, mematok harga Rp 1.800 per ekor.
Kemudian indikasi ketiga adalah ekspor benur lobster hanya lewat satu pintu keluar yakni,Bandara Soekarno-Hatta. Padahal banyak pilihan bandar udara yang dapat menjadi akses pengiriman. “Kedua. Harga yang ditawarkan excepsit. Karena memang 1.800 aa beberapa versi juga. Kemudian kami anggap jasa layanannya tidak efisien. Mengapa? Karena hanya melalui pintu keluar soekarno hatta,” ucapnya.
(nng)