Dihantui Resesi, Petani Tembakau Perlu Perlindungan

Senin, 24 Oktober 2022 - 16:30 WIB
loading...
Dihantui Resesi, Petani Tembakau Perlu Perlindungan
Resesi ekonomi global membuat hampir melakukan langkah mitigasi. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lembaga internasional memproyeksikan dunia akan mengalami resesi global pada 2023. Kondisi ekonomi yang rentan tersebut membuat hampir semua negara termasuk Indonesia melakukan langkah mitigasi.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) beranggapan ekosistem tembakau sebagai salah satu industri andalan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara perlu perlindungan termasuk petani hingga tenaga kerja.

Berdasarkan laporan, ada lebih dari 6 juta masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya secara langsung pada kelangsungan ekosistem pertembakauan di Indonesia. Menurut dia, ekosistem pertembakauan seharusnya mendapatkan perlindungan bahkan didorong, diberi kesempatan untuk tumbuh.

"Pemerintah seharusnya punya andil untuk menjadikan ekosistem pertembakauan nasional sebagai segmen industri padat karya yang lebih maju, memiliki nilai tambah, berdaya saing global dan menjangkau SDM yang lebih banyak," kata Hananto melalui pernyataannya, Senin (24/10/2022).



Terkait tenaga kerja, Hananto mencontohkan, ketika gelombang PHK mulai dirasakan sejak pandemi hingga awal 2022, ekosistem pertembakauan melalui segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) justru tetap menyerap tenaga kerja dalam dua tahun terakhir. Nilai lebihnya, tenaga kerja baru 95 persen adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.

"Perlu disadari bahwa ancaman resesi tidak hanya berkaitan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi, namun juga berkurangnya lapangan pekerjaan. Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen SKT justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja," jelasnya.

Menurut dia salah satunya dapat dilakukan dengan menunda kebijakan CHT sebagai stimulus terhadap ekosistem pertembakauan termasuk kepada segmen SKT. Di sisi lain, kenaikan harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, lanjut Hananto, bisa menjadi parameter perekonomian bagi pemerintah untuk untuk tidak menaikkan CHT 2023 demi melindungi 6 juta tenaga kerja pada elemen mata rantai ekosistem pertembakauan.

"Jangan sampai kebijakan CHT di tengah kondisi inflasi dan ancaman resesi justru mematikan seluruh penghidupan di ekosistem pertembakauan," jelasnya.



Sebagai informasi, kinerja cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok semester I 2022 mencapai Rp 118 triliun dan CHT sendiri secara historis menyumbang sekitar 95 persen dari total pendapatan cukai. Tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 245,45 triliun. Target tersebut naik 11,6 persen dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98 Nomor 2022.

(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1817 seconds (0.1#10.140)