Wawancara Dirut Bank Jago, Kharim Indra Gupta Siregar: Mengakar dalam Ekosistem dan Tumbuh Bersama

Rabu, 14 Desember 2022 - 16:40 WIB
Adanya bank digital diharapkan memperluas literasi keuangan masyarakat. Misalnya, program Laku Pandai?

Kami ingin menjangkau sebanyak-banyaknya masyarakat. Pada saat itu, kami di bank sebelumnya, sudah punya sekitar 1.500 kantor cabang dan karyawan hampir 20.000 orang. Sementara, target segmen bisa mencapai 60-70 juta. Kalau mau pendekatan yang sama, masak mau punya 15.000 cabang, karyawan 200.000 orang, kan enggak mungkin. Akibatnya, bank itu enggak bisa melayani mass market karena skala ekonominya enggak bisa terjadi.

Makanya ada Laku Pandai. Kami salah satu yang mengadopsi laku pandai. Ketika itu sekitar tahun 2012, kami memperkenalkan layanan perbankan melalui pihak ketiga melalui agen. Layanannya diberikan melalui mobile phone, tapi ada kendalanya, yaitu jaringan dan biaya internet. Waktu itu kami menerapkan laku pandai dengan solusi digital. Bank besar saat itu, solusi laku pandainya pakai mesin EDC. Makanya kami waktu di BTPN men-develop-nya pakai USSD, jadi sudah memperkenalkan digital ke pasar dengan agen banking.

(Baca juga:Gojek-Bank Jago Bergabung, Konsumen Bakal Makin Untung)

Sekarang sudah lebih maju, kendala ini sudah enggak ada. Jadi, menjangkau nasabah sudah tidak lewat agen. Sudah bisa langsung. Cara menjangkaunya dengan hadir di tempat yang mereka suka bertransaksi, yaitu di ekosistem tadi (e-commerce, food, travel, payment). Caranya ini bergeser karena kesiapan masyarakat yang sudah paham dengan digital. Kalau kami tidak ikut dengan pengalaman pergeseran itu, maka kurang mengerti bagaimana caranya melayani masyarakat.

Di beberapa negara, pemerintahnya membatasi jumlah bank digital. Di Indonesia sendiri, bank konvensional melalui arsitektur perbankan nasional juga sempat dibatasi. Bagaimana pandangan Anda terkait ini?

Di Indonesia, pendekatannya sudah sangat baik karena dilihat dari kesiapan bank itu sendiri. Kalau ada yang merasa sudah siap dan melayani segmen digital, itu akan diberikan jalannya. Kalau di OJK, ada layanan perbankan digital (LPD). Any bank can provide digital services. Menurut saya, itu baik karena tidak membatasi. Kalau memang siap, ya silahkan. Jadi, caranya yang ditentukan, bukan seberapa banyaknya bank. Dengan adanya pendekatan seperti itu, otomatis akan tersaring sendiri siapa yang merasa siap melayani secara digital dan yang belum.

Bagaimana kesiapan Bank Jago melalui strategi bisnisnya menghadapi tantangan tahun depan, terutama isu resesi ekonomi?

2023 bukan kondisi yang dihadapi Bank Jago saja, tapi kondisi yang dihadapi semua perbankan. Tahun 2023 akan menjadi tahun penuh ketidakpastian. Bagi Bank Jago, menurut saya ada dua hal, bergantung terhadap perkembangannya seperti apa.

Alhamdulillah, Bank Jago memiliki modal atau capital yang sangat kuat, Rp8 triliun. Itu adalah modal paling utama untuk sebuah bank. Di dalam kondisi yang kurang kondusif, seharusnya dengan modal tersebut, kami bisa menghadapi sampai kondisinya lebih baik. Bank Jago memiliki kapital ini sebagai komitmen pemegang saham bahwa Bank Jago mau growth (bertumbuh). Tetapi dengan kondisi ekonomi kurang menentu di tahun depan, (capital) ini menjadi senjata untuk menghadapi ketidakpastian.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More