Jangan Keasyikan Utang Demi Pemulihan Ekonomi, Pikirkan Juga Generasi Berikutnya

Selasa, 25 Agustus 2020 - 21:21 WIB
loading...
Jangan Keasyikan Utang Demi Pemulihan Ekonomi, Pikirkan Juga Generasi Berikutnya
Pemerintah didorong untuk menyusun strategi sustainability dalam mengelola anggaran pemulihan ekonomi nasional, karena bila terlambat akan berdampak negatif pada kehidupan generasi Indonesia berikutnya. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mendorong pemerintah untuk menyusun strategi sustainability dalam mengelola anggaran pemulihan ekonomi nasional . Hal ini mendesak karena banyak yang harus disiapkan dan bila terlambat akan berdampak negatif pada kehidupan Indonesia berikutnya.

Pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp695 triliun pada tahun ini. Dana tersebut sebagian besar dibiayai dari penarikan utang melalui penerbitan surat berharga negara bertenor panjang.

(Baca Juga: Dear Pemerintah, Mau Dongkrak Konsumsi? Percepat Implementasi PEN )

Head of Environmental Studies LPEM UI Alin Halimatussadiah menjelaskan, aspek keberlanjutan harus disiapkan dari sekarang. Khususnya dalam program pemulihan ekonomi nasional. Pinjaman yang berjumlah besar tersebut juga akan ditanggung oleh generasi mendatang.

"Hampir Rp 700 triliun dana pemulihan ekonomi dan kita meminjam dari generasi mendatang. Kita tidak bisa sekedar menggunakan untuk saat ini tapi harus melihat dampaknya bagi generasi mendatang. Seperti kita sedang membangun infrastruktur untuk mitigasi bencana," ujar Alin dalam webinar Sustainable Economic Recovery in Indonesia: Opportunities and Challanges di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Dia menilai proyek-proyek infrastruktur yang saat ini terhambat dari sisi pembiayaan memberikan waktu bagi pemerintah untuk memikirkan perencaaan infrastruktur yang lebih berkelanjutan.

(Baca Juga: Ancaman Resesi Makin Nyata, Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Kita Sangat Rapuh )

Disebutkan olehnya terdapat tujuh strategi yang perlu dipikirkan pemerintah untuk mencapai pemulihan berkelanjutan. Pertama, menentukan sektor yang akan diprioritaskan.

LPEM UI mengusulkan sejumlah sektor yang dapat diprioritaskan pemerintah, antara lain agrikultur terkait pangan, perkebunan sawit, alat medis teknologi rendah dan farmasi termasuk obat-obatan herbal, pengelolaan hutan sosial, hingga industri energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga surya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja.

Kedua, pemerintah perlu memikirkan bagaimana mendorong penyerapan tenaga kerja. Ketiga mendapatkan manfaat ganda dari kebijakan bantuan tunai. Dalam kebijakan bantuan tunai bisa menambah syarat bagi penerima, seperti tidak boleh melalukan pembabatan hutan dan penangkapan ikan secara ilegal atau menggunakan metode ilegal yang merusak lingkungan.

(Baca Juga: DPR: Ubah Strategi PEN, Jadikan Pemda Lokomotif Utama )

Keempat, membuat dukungan pendanaan lebih berdampak. Hal ini dapat berlaku bagi dukungan pendanaan pada rumah tangga, UMKM, maupun perusahaan dengan memberikan syarat terkait pengelolaan lingkungan.

Kelima, mengelola anggaran yang berkelanjutan. Penerimaan negara yang sedang terpukul dapat dioptimalkan dengan menaikkan penerimaan dari pengelolaan sumber daya alam yang juga dapat memberikan efek positif pada pelestarian lingkungan.

Keenam, menjalankan program secara pintar dan efisien. Ketujuh, melakukan pentahapan dalam penerapan strategi mencapai ekonomi berkelanjutan.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Masyita Crystalin menyebut saat ini masih banyak hambatan sektoral. Harusnya seluruh pihak belajar dari Korea Selatan yang berhasil mengembangkan teknologi terbarukan.

Hal ini karena ada learning curve yang menunjukkan adaptasi bila teknologi terbarukan konsisten dikembangkan. "Kita contoh Korsel, terbukti teknologi terbarukan jadi kebutuhan dan harganya turun. Sedangkan di Indonesia sangat sulit untuk memulainya," ujar Masyita.

Lebih lanjut dia juga mengingatkan dibutuhkan tenaga kerja buruh yang fleksibel berpindah dari satu industri ke industri lainnya. Hal ini mengingat kondisi perekonomian yang mulai terjadi perubahan signifikan.

Beberapa industri diperkirakan akan tumbuh menggantikan industri lainnya yang tidak bisa bertahan. "Penguasaan Bahasa Inggris sudah mutlak untuk tenaga kerja naik kelas. Misalnya tenaga kerja Filipina bisa masuk ke industri di Australia. Sementara karakter Filipina sama dengan Indonesia," ujarnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1824 seconds (0.1#10.140)