15 Aturan Baru Dalam UU Minerba yang Baru Disahkan

Rabu, 13 Mei 2020 - 19:09 WIB
loading...
15 Aturan Baru Dalam UU Minerba yang Baru Disahkan
Berikut, 15 ketentuan baru yang diatur dalam UU Minerba, dan fakta seputar pembahasan UU Minerba di DPR bersama dengan pemerintah yang baru disahkan kemarin pada Rapat Paripurna DPR. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - DPR bersama dengan pemerintah baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (12/5) sore kemarin. Berdasarkan pemaparan Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto pada Rapat Paripurna, ada 15 ketentuan baru yang diatur dalam RUU yang kontroversial ini.

Penyusunan RUU Minerba ini telah dilakukan sejak 2015 dan telah masuk daftar Prolegnas Prioritas sejak 2015-2018. Memasuki DPR periode 2019-2024, RUU Minerba kembali masuk Prolegnas Prioritas yang pembahasannya di-carry over atau dilanjutkan dari periode sebelumnya karena mendapatkan penolakan massif dari publik.

( )

Pada 13 Februari, DPR bersama Pemerintah mulai membahas RUU yang terdiri atas 938 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) itu. Mengundang sejumlah pakar dan stakeholder terkait untuk mendengarkan masukannya dan disahkan pada tingkat I pada Senin (11/5).

RUU Minerba juga telah disinkronisasi dengan RUU Cipta Kerja sehingga menghasilkan beberapa perubahan substansi yang berkaitan dengan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomenklatur perizinan dan kebijakan terkait divestasi saham. Komisi VII DPR juga bersepakat bahwa pencantuman saham badan usaha asing sebesar 51% wajib masuk batang tubuh RUU.

Dalam pembahasan, diputuskan menambahkan 2 bab yakni Bab IVA tentang Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara dan Bab XIA tentang Surat Izin Penambangan Batu Bara. Secara keseluruhan, RUU Minerba ini terdiri atas 28 Bab, 83 pasal yang berubah, 52 pasal tambahan/baru dan 18 pasal yang dihapus. Sehingga, jumlah keseluruhan pasal menjadi 209 pasal.

Berikut, 15 ketentuan baru yang diatur dalam UU Minerba, dan fakta seputar pembahasan UU Minerba di DPR bersama dengan pemerintah itu.

1. Terkait Penguasaan Minerba, disepakati bahwa Penguasaan Minerba diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat melalui fungsi kebijakan. pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan. Selain itu, Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi penjualan dan harga mineral logam, mineral bukan logam jenis tenentu dan batubara

2. Disepakatinya Wilayah Pertambangan (WP) sebagai bagian dari Wilayah Hukum Penambangan merupakan landasan bagi penetapan Kegiatan Usaha Pertambangan.

3. Adanya jaminan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk tidak melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan Kawasan terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang telah ditetapkan. serta menjamin terbitnya perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha penambangan.

4. Terkait WPR, jika sebelumnya diberikan luas maksimal 25 (dua puluh lima) hektare dan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter, melalui perubahan UU ini diberikan menjadi luasan maksimal 100 (seratus) hektare dan mempunyai cadangan mineral logam dengan kedalaman maksima| 100 (seratus) meter.

5. Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat. lzun dalam RUU Mmerba ini terdiri atas, Izin Usaha Pertambangan (lUP), Izin Usahan Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan Operasi

Kontrak/Perjanjian, Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), Surat Izin Pertambangan Bantuan (SIPB), lzin Penugasan, lzin Pengangkutan dan Penjualan, Izin Usaha Jasa Pertambangan dan lzin Usaha Pertambangan untuk Penjualan. Terkait pemberian izm, Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha kepada Gubernur. Pendelegasnan kewenangan didasarkan pada prinsip efektifitas, efisiensi, akuntabitas dan eksternalitas dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan, antara lain dalam pemberian IPR dan SIPB.

6.Terkait bagian Pemerintah Daerah dari hasil kegiatan pertambangan, jika sebelumnya Pemerintah Provinsi hanya mendapat bagian sebesar 1% (satu persen), melalui RUU perubahan lnl memngkat menjadi 1,5% (satu koma Iima persen)

7. Adanya kewajiban bagi Menteri untuk menyediakan data dan informasi pedambangan untuk:

a. Menunjang penyiapan WP;

b. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

c. Melakukan alih teknologi penambangan.

Pengelolaan data dan informasi tersebut dilakukan oleh pusat data dan informasi pertambangan. Pusat data dan informasi pertambangan wajib menyajikan informasi pertambangan secara akurat, mutahir, dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pemegang izin penambangan dan masyarakat.

8. Adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Jalan pertambangan tersebut dapat dibangun sendiri atau bekerjasama.

9. Adanya kewajlban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri.

10. Kewajlban bagi Badan Usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asung untuk melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, danlatau Badan Usaha Swasta Nasional.

11. Kewajiban bagi Pemegang IUP Operasi Produksu dan lUPK Operasi Produksi untuk menyedlakan dana kelahanan cadangan Mineral dan Batubara yang dipergunakan untuk kegiatan penemuan cadangan baru

12. Terkait kegiatan reklamasi dan pasca tambang, Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WlUPKnya Wajlb melaksanakan Reklamasi dan Pasca tambang hingga mencapai tingkat keberhasulan 100%. Begitu juga dengan eks pemegang IUP atau IUPK yang telah berakhir wajib melaksanakan Reklamasi dan Pasca tambang hlngga mencapai tingkat keberhasilan 100% serta menempatkan dana Jaminan Pasca tambang.

13. Terkait keberadaan lnspektur Tambang. Dalam perubahan Undang-Undang Minerba ini, Tanggung jawab pengelolaan anggaran, sarana prasarana, sena operasuonal Inspektur tambang dalam melakukan pengawasan dibebankan kepada Menteri.

14. Terkait Ketentuan Pidana, untuk kegiatan penambangan tanpa izin yang sebelumnya dlkenakan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 (sepuluh) milliar, diubah menjadi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 (seratus) milliar.

Begitu juga dengan pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan Iaporan dengan tidak benar atau menyampalkan keterangan palsu, setlap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dan setiap orang yang menampung, memanfaatakan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian.

Pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal darl pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau Izin lainnya dlpldana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 (seratus) miliar.

Adanya ketentuan pldana yang sebelumnya tlydak dlatur dI UU sebelumnya yaitu, setiap pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang memindahtangankan IUP, IUPK, IPR atau SIPB tanpa persetujuan Menteri dipidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 (Iima) miliar. Dan setlap orang yang IUP atau IUPKnya dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan; (a) reklamasi dan/atau pasca tambang danlatau, (b). penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau jamlnan pasca tambang dipidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10 (sepuluh) miliar.

Selain itu, eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajlban reklamasi dan/atau pasca tambang yang menjadi kewajibannya.

15. Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:

a) IUP, IUPK. IPR. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP yang telah ada sebelum berlakunya UU ini dlnyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin

b) IUP, IUPK, IPR, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib memenuhi ketentuan terkait Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang ini dalam Jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

c) Gubernur wajlb menyerahkan dokumen IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IPR, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan dan IUJP yang telah diterbrtkan oleh gubernur sebelum berlakunya Undang-Undang ini kepada Menten dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang Undang ini berlaku untuk diperbarui oleh Menteri

d) Ketentuan yang tercantum dalam IUP, IUPK dan IPR sebagaimana dimaksud pada huruf a harus disesuaikan dengan ketentuan Undang Undang ini dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

e) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnlan yang dlterbltkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dlsesualkan menjadl penzunan usaha industri yang diterbltkan berdasarkan peraturan perundang undangan di bidang perlndustrian dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang Undang ini berlaku.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1583 seconds (0.1#10.140)