Pembangunan Rendah Karbon Berkelanjutan Butuh Pendekatan Yurisdiksi

Jum'at, 03 September 2021 - 16:53 WIB
loading...
Pembangunan Rendah Karbon Berkelanjutan Butuh Pendekatan Yurisdiksi
Salah satu pendorong utama pendekatan yurisdiksi adalah potensi bagi pihak swasta dan pemerintah untuk memenuhi komitmen produksi komoditas yang berkelanjutan untuk mendorong agenda perubahan iklim. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Salah satu pendorong utama pendekatan yurisdiksi adalah potensi bagi pihak swasta dan pemerintah untuk memenuhi komitmen produksi komoditas berkelanjutan untuk mendorong agenda perubahan iklim di Indonesia. Pendekatan yurisdiksi jadi solusi di tingkat kabupaten melalui penerapan tata kelola lahan melalui indikator yang terukur dan disepakati bersama guna memperkuat standar keberlanjutan yang diakui oleh para pihak.



Pendekatan Yurisdiksi (JA) dikomandoi oleh kepala daerah dan dijalankan secara gotong royong dan terintegrasi oleh para pihak pada sebuah wilayah administratif. Aksi gotong royong ini melibatkan masyarakat adat, petani, masyarakat sipil, hingga rantai pasok dan praktisi keuangan untuk merumuskan prioritas pembangunan yang mengintegrasikan aspek sosial, lingkungan dan ekonomi guna mendorong pembangunan yang berkelanjutan.

Kendala utama dalam mengarusutamakan Pendekatan Yurisdiksi adalah ketersediaan kebijakan yang memayungi pendekatan tersebut, keberlanjutan komitmen pemerintah daerah ataupun pihak donor untuk merealisasikan dalam bentuk kebijakan dan pendanaan. Ditambah serta peluang insentif pasar yang memberikan penghargaan atas hasil yang dicapai di tingkat yurisdiksi.

Diprakarsai oleh Coalition for Sustainability Partnership (CSP), Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Inisiatif Dagang Hijau (IDH), IPMI Case Centre, Filantropi Indonesia, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Landscape Indonesia, Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) dan Tropical Forest Alliance (TFA) yang tergabung dalam Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF), Dialog ini mengusung tema “The State of Jurisdiction in Southeast Asia”.

JCAF akan melangsungkan dialog bulanan yang dihadiri lebih dari 250 undangan dan dikurasi serta difasilitasi bersama para praktisi penerapan yurisdiksi berdasarkan prioritas dan tema yang disepakati.

JCAF berperan sebagai ruang dialog yang diharapkan dapat mendorong aksi gotong royong lintas sektor dan lintas komoditas serta memperkuat daya ungkit JA lewat mobilisasi investasi ke wilayah yurisdiksi; mengidentifikasi tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat pendekatan para pihak ini, dan berbagi praktik terbaik.

Diharapkan dialog ini menelurkan business case dan investment case yang berbasis data yang dapat mendemonstrasikan dampak dari pendekatan yurisdiksi terhadap tata kelola lahan yang baik.

Forum JCAF ini diharapkan dapat mendorong narasi positif dari tapak terkait pencapaian yang telah dihasilkan baik di tingkat kabupaten dan provinsi untuk menghasilkan komoditas yang berkelanjutan dan pencapaian pertumbuhan pembangunan yang berkelanjutan (SDG) yang dapat didemonstrasikan ke berbagai forum international.

“Melalui dialog ini rekan-rekan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang strategi yang berhasil maupun dapat mengidentifikasi kesenjangan dan harmonisasi kebijakan dari peraturan yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan. Serta memberikan rekomendasi yang holistik dan mengidentifikasi ide-ide kolektif lebih lanjut guna mempercepat investasi masuk ke dalam yurisdiksi,” ujar Regional Director TFA Southeast Asia, Rizal Algamar dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1901 seconds (0.1#10.140)