Hantu Stagflasi Bangkit Lagi? Ini Penyebab dan Dampaknya
loading...
A
A
A
Berurusan dengan inflasi yang tinggi saja sudah rumit, dengan stagflasi tentu saja jauh lebih rumit. Para ahli pun menyebut perpaduan antara inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lemah ini sebagai masalah yang sulit diatasi.
“Ini (stagflasi) merupakan perpaduan dari semua hal-hal yang tidak Anda inginkan dalam perekonomian,” tukas Raka.
Pernah Terjadi pada Tahun 1970-an
Stagflasi bukanlah fenomena baru. Kondisi ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an di Amerika Serikat . Kala itu, Negeri Paman Sam tengah dilanda segudang masalah ekonomi.
Anggaran perang Vietnam yang selangit, runtuhnya perjanjian Bretton Woods, embargo minyak Arab Saudi, merupakan beberapa faktor yang menjadi pemicu.
“Pengiriman minyak yang dihentikan pada saat itu menaikkan harga. Jadi kita memiliki lebih sedikit pasokan, sementara permintaan sama. Imbasnya, biaya hidup naik, pada saat yang sama ekonomi global menderita cukup parah,” beber Raka.
Dengan kondisi tersebut, saat itu Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed secara agresif memperketat kebijakan moneter, intinya menaikkan suku bunga secara signifikan.
Langkah ini memang mampu mendinginkan ekonomi dan akhirnya inflasi turun, tetapi kenaikan suku bunga yang agresif datang dengan efek samping, resesi, dan meningkatnya pengangguran.
“Pada akhirnya ekonomi memang pulih di AS, tetapi itu sangat menyakitkan dan tentu saja ada banyak penderitaan di luar negeri juga. Banyak negara miskin, pasar negara berkembang, ekonomi berkembang, mengalami krisis utang, terutama pada 1980-an,” tutur Raka.
“Ini (stagflasi) merupakan perpaduan dari semua hal-hal yang tidak Anda inginkan dalam perekonomian,” tukas Raka.
Baca Juga
Pernah Terjadi pada Tahun 1970-an
Stagflasi bukanlah fenomena baru. Kondisi ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an di Amerika Serikat . Kala itu, Negeri Paman Sam tengah dilanda segudang masalah ekonomi.
Anggaran perang Vietnam yang selangit, runtuhnya perjanjian Bretton Woods, embargo minyak Arab Saudi, merupakan beberapa faktor yang menjadi pemicu.
“Pengiriman minyak yang dihentikan pada saat itu menaikkan harga. Jadi kita memiliki lebih sedikit pasokan, sementara permintaan sama. Imbasnya, biaya hidup naik, pada saat yang sama ekonomi global menderita cukup parah,” beber Raka.
Dengan kondisi tersebut, saat itu Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed secara agresif memperketat kebijakan moneter, intinya menaikkan suku bunga secara signifikan.
Langkah ini memang mampu mendinginkan ekonomi dan akhirnya inflasi turun, tetapi kenaikan suku bunga yang agresif datang dengan efek samping, resesi, dan meningkatnya pengangguran.
“Pada akhirnya ekonomi memang pulih di AS, tetapi itu sangat menyakitkan dan tentu saja ada banyak penderitaan di luar negeri juga. Banyak negara miskin, pasar negara berkembang, ekonomi berkembang, mengalami krisis utang, terutama pada 1980-an,” tutur Raka.