Cerita Dilema Sri Mulyani Hadapi Krisis Ekonomi RI di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan ada tiga hal yang membuatnya dilema dalam menerapkan kebijakan ekonomi menghadapi krisis akibat pandemi covid-19 . Akibat pembatasan aktivitas untuk kemudian menekan kegiatan ekonomi, membuat Indonesia dipastikan mengalami resesi pada kuartal III setelah pertumbuhan minus dua kuartalan beruntun.
"Apa yang membuat tantangan pembuat kebijakan dalam situasi yang luar biasa dan tidak pasti ini. Setiap situasi luar biasa dan tidak pasti tetap mengharuskan pemerintah hadir. Namun pertanyaannya? hadir seperti apa dan inilah dilema yang harus diatasi dan dihadapi. Tidak ada situasi yang ideal," kata Menkeu Sri Mulyani dalam video virtual, Rabu (18/11/2020).
(Baca Juga: Data Penerima Bansos Bikin Puyeng Sri Mulyani, Terutama UMKM )
Kata dia, dilema pertama adalah membuat kebijakan relay atau mengandalkan data historis atau menggunakan data proyeksi. "Data historis tentu membantu, tapi kalau tahu bahwa covid akan memukul ekonomi dan keuangan dan kita tahu ini dampaknya. Apakah policy didesain dengan mengandalkan data historis aja, atau kita mendesain berdasarkan apa yang mungkin terjadi," lanjutnya.
Lalu, kedua mengenai mengenai kecepatan versus akurasi, seperti tadi yang saya sampaikan puluhan juta masyarakat mendapatkan bantuan pemerintah. (Baca Juga: Blak-blakan Sri Mulyani, APBN dan Semua Sektor Shock )
"Pemerintah perlu membantu mereka secara cepat karena covid itu tidak pakai kata pengantar, dia langsung naik dan memukul. Maka kecepatan menjadi penting, namun kita tahu mungkin akurasinya tadi yang ini inclusion exclusion error datanya belum sempurna," bebernya.
Ketiga adalah dilema mengenai fleksibilitas dan compliance. Banyak sekali regulasi aturan dibuat dalam situasi normal saat menghadapi situasi extra-ordinary yang membutuhkan kecepatan dan fleksibilitas. "Oleh karena itu pilihan untuk tetap melakukan, sambil memperbaiki akurasi data diambil," katanya.
"Apa yang membuat tantangan pembuat kebijakan dalam situasi yang luar biasa dan tidak pasti ini. Setiap situasi luar biasa dan tidak pasti tetap mengharuskan pemerintah hadir. Namun pertanyaannya? hadir seperti apa dan inilah dilema yang harus diatasi dan dihadapi. Tidak ada situasi yang ideal," kata Menkeu Sri Mulyani dalam video virtual, Rabu (18/11/2020).
(Baca Juga: Data Penerima Bansos Bikin Puyeng Sri Mulyani, Terutama UMKM )
Kata dia, dilema pertama adalah membuat kebijakan relay atau mengandalkan data historis atau menggunakan data proyeksi. "Data historis tentu membantu, tapi kalau tahu bahwa covid akan memukul ekonomi dan keuangan dan kita tahu ini dampaknya. Apakah policy didesain dengan mengandalkan data historis aja, atau kita mendesain berdasarkan apa yang mungkin terjadi," lanjutnya.
Lalu, kedua mengenai mengenai kecepatan versus akurasi, seperti tadi yang saya sampaikan puluhan juta masyarakat mendapatkan bantuan pemerintah. (Baca Juga: Blak-blakan Sri Mulyani, APBN dan Semua Sektor Shock )
"Pemerintah perlu membantu mereka secara cepat karena covid itu tidak pakai kata pengantar, dia langsung naik dan memukul. Maka kecepatan menjadi penting, namun kita tahu mungkin akurasinya tadi yang ini inclusion exclusion error datanya belum sempurna," bebernya.
Ketiga adalah dilema mengenai fleksibilitas dan compliance. Banyak sekali regulasi aturan dibuat dalam situasi normal saat menghadapi situasi extra-ordinary yang membutuhkan kecepatan dan fleksibilitas. "Oleh karena itu pilihan untuk tetap melakukan, sambil memperbaiki akurasi data diambil," katanya.
(akr)