Realisasi Insentif Pajak Tembus Rp60,57 Triliun, Berikut Komposisinya

Kamis, 11 November 2021 - 20:33 WIB
loading...
Realisasi Insentif Pajak Tembus Rp60,57 Triliun, Berikut Komposisinya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat webinar bertajuk Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Perpajakan dan Kepabeanan, di Jakarta, Kamis 11 November 2021. FOTO/Tangkapan Layar Zoom/SINDOnews/Nanang Wijayanto
A A A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi pemberian insentif pajak mencapai Rp60,57 triliun hingga pertengahan Oktober 2021. Berdasarkan laporan Kemenkeu komposisi insentif terdiri dari PPh Pasal 21 telah dimanfaatkan oleh 81.980 pemberi kerja dengan total sebesar Rp2,98 triliun, PPh 22 oleh 9.490 WP sebesar Rp17,31 triliun, PPh 25 oleh 57.529 WP sebesar 24,42 triliun, PPN dimanfaatkan oleh 2.419 WP sebesar Rp5,71 triliun, insentif PPh badan oleh seluruh WP badan senilai Rp6,84 triliun, insentif untuk membantu 124.209 UMKM sebesar Rp540 miliar. Kemudian, insentif PPnBM properti dimanfaatkan oleh 768 pengembang sebesar Rp640 miliar, PPnBM kendaraan bermotor dimafaatkan 6 pabrikan dengan total Rp2,08 triliun, dan PPnBM PPN DTP sewa outlet ritel sebesar Rp48,01 miliar.

"Insentif yang diberikan pemerintah masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), meliputi pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21, PPh 22 impor, dan PPh 25. Memasuki tahun 2021, pemerintah bahkan menambah pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan motor dan properti," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat webinar bertajuk Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Perpajakan dan Kepabeanan, di Jakarta, Kamis (11/11/2021).



Dia menjelaskan berbagai macam insentif tersebut digelontorkan sejak awal 2020 untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Sebagaimana diketahui, wabah corona telah membuat perekonomian Indonesia menjadi tertekan yang bermuara pada penurunan penerimaan pajak. Oleh sebab itu, Kemenkeu menetapkan fungsi pajak tidak hanya sebagai penerimaan negara, melainkan instrumen untuk menjaga dunia usaha.

"Kita mendesain pajak bukan hanya mengambil dan mengumpulkan penerimaan bagi perekonomian, tapi kita gunakan untuk memberikan insentif sehingga dunia terus bisa melakukan kegiatan. Ini kombinasi yang kita ambil secara sadar, karena kita tahu bahwa dunia usaha akan kehilangan demand," jelasnya.

Dia memberikan contoh departemen store yang biasanya di beli oleh 1.000 pelanggan, tiba-tiba hanya didatangi oleh 50-70 orang. Sebab itu, penerimaan usaha yang turun musti diberikan insentif bagi dunia usaha agar terus berlanjut tanpa dibebani pajak.

Secara konsisten, imbuhnya, kementerian keuangan juga menghitung berapa besar belanja perpajakan. "Artinya, berapa besar penerimaan yang tidak jadi diterima oleh pemerintah untuk memberikan kekhususan-kekhususan kebijakan sehingga pajak-pajak tersebut tidak perlu dibayar oleh dunia usaha atau masyarakat," jelas Suahasil.

Baca Juga: Pegawai Pajak Terseret Kasus Suap, Ditjen Pajak Bentuk Tim Khusus

Kementerian Keuangan mencatat, di tahun 2017 belanja perpajakan sebesar Rp234,1 triliun, tahun 2018 senilai Rp266,1 triliun, tahun 2019 sebesar Rp272,1 triliun dan tahun 2020 senilai Rp234,9 triliun. Menurut dia rincian belanja perpajakan tersebut tidak hanya diberikan saat mengalami krisis akibat Covid-19 tahun 2020 akan tetapi sebelum-sebelumnya telah memberikan insentif, ada tax holiday, mini tax holiday, pembebasan pajak dalam rangka impor, pembebeasan bea masuk, dan seterusnya.

"Pemerintah telah melakukan pendalaman melalui proses audit, sehingga insentif pepajakan itu dilakukan secara bertanggung jawab dan dilaporkan dengan akuntabilitas yang baik," kata dia.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1361 seconds (0.1#10.140)