Wabah Covid-19, Berpotensi Ganggu Investasi Tambang

Jum'at, 08 Mei 2020 - 08:13 WIB
Febriany Eddy secara tegas menyebutkan, apabila dampak pandemic ini telah membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, maka PT Vale telah menyiapkan skenario pengurangan produksi bahkan penghentian operasi (shutdown). Keputusan shutdown ini bisa saja terjadi, apalagi bagian korporasi Vale SA lainnya sudah mengambil keputusan tersebut.

Dalam penelusuran SINDO, Vale SA telah memutuskan untuk menghentikan produksi dan menerapkan mode perawatan dan pemeliharaan selama empat minggu pada bagian operasi lain di Voisey’s Bay Canada. Keputusan ini diambil sebagai bentuk antisipasi mewabahnya penyakit Covid-19 di wilayah tersebut.

“Kami menyadari bahwa keputusan pengurangan produksi atau shutdown ini nantinya bukanlah suatu keputusan yang mudah karena operasi PT Vale di Sorowako masih sangat berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi setempat,”tegasnya.

Jika keputusan menghentikan sementara seluruh operasional jadi diberlakukan, maka sekitar 3.000 karyawan, 7.000 kontraktor dan sebanyak 138 supplier lokal memiliki potensi terdampak dengan keputusan tersebut.

Tak hanya itu, aktifitas ekonomi khususnya di Luwu Timur sangat terganggu. Apalagi, tercatat 87.68% karyawan PT Vale merupakan warga Sorowako dan daerah lain di Kabupaten Luwu Timur.

Untuk itu, dalam menangani penyebaran virus Corona ini diperlukan kerja sama dari semua pihak, Perusahaan, Pemerintah dan Masyarakat. Tanpa kerja sama semua elemen ini, hanya mengandalkan upaya sepihak tentunya tidak ada cukup.

“Kita berharap agar situasi tetap terkendali sehingga Perusahaan dapat terus beroperasi dengan aman. Selain dari upaya-upaya Perusahaan, sangat penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk senantiasa menjalankan upaya-upaya pencegahan penyebaran virus bersama-sama dengan Perusahaan. Upaya sepihak saja tidak akan berhasil” tambah Febriany Eddy.

Terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (NPKD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade mengatakan, jika kondisi pandemi terus menerus terjadi dan sudah masuk dalam internal operasional PT Vale, sebaiknya dilakukan penanganan secara parsial. Tidak melakukan penutupan operasional. Karena, tentu kondisi itu akan sangat merugikan sektor ekonomi khususnya pendapatan pemerintah didalamnya mencapai ratusan miliar.Apalagi, tidak dipungkiri kontribusi PT Vale terhadap struktur APBD Luwu timur Rp200 miliar atau sekitar 15% dari total APBD Lutim sebesar Rp1,5 triliun.

“Jangan sampai ditutup, dan tidak mungkin itu terjadi. Inikan perjanjian Negara dengan investor. Perjanjian dengan Kementerian ESDM, kalau terjadi pandemic covid-19 diinternalnya sebaiknya karyawannya yang diisolasi bukan operasional perusahaan yang dihentikan,” ungkapnya, saat dihubungi, kemarin.

Dia menyebutkan, sumbangsih PAD yang disetor PT Vale ke pemerintah seperti dana bagi hasil ke daerah atas pemanfaatan air permukaan atau waterlavy di tahun lalu berhasil masuk ke kas daerah Lutim di atas Rp50 miliar dan tahun ini diharapkan bisa diperoleh lebih dari Rp45 miliar.

“Jumlah tersebut semua menyesuaikan dengan hasil produksi dan kondisi harga nikel yang berlaku.Begitupun pada penerimaan royalti masuk dalam item penerimaan negara bukan pajak, PT Vale menyumbang hingga Rp50 miliar lebih,” ujarnya.

Itu, kata dia, belum termasuk dalam PAD murni, seperti penerimaan pajak negara mineral bukan logam (TGC) mencapai angka Rp60 miliar di tahun lalu dan tentu diharapkan terus meningkat. Pun,pada sewa lahan atau landrent diperoleh pemasukan hingga Rp2 miliar. Termasuk pada pajak penerangan jalan yang diperoleh rata-rata per tahun dikisaran Rp20 miliar.

Dari sisi kelistrikan, PT Vale juga memberikan sumbangsih listrik bagi masyarakat di Sulsel sebesar 10.7 Megawatt, sehingga akan terjadi multiplier efek jika perusahaan ini benar-benar setop beroperasi.

Pengamat Pertambangan, Budi Santoso mengungkapkan, penutupan operasional atau shutdown bisa saja dilakukan PT Vale. Hanya saja, tidak boleh keseluruhan, tapi shutdown parsial saja.

“PT Vale bisa melakukan shutdown, tapi parsial saja pada kegiatan yang dipastikan melibatkan banyak orang. Dan, prosesnya tidak menganggu produksi smelter karena harus kontinyu tidak boleh berhenti 1x24 jam. Smelter kalau berhenti, lelehannya membeku dan dipanaskan butuh berminggu-minggu,” paparnya.

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso, kondisi ini tentu akan berdampak biaya tinggi operasional perusahaan, dan hal terparah tentu akan ada karyawan yang dirumahkan. Meski, keputusannya shutdown parsial maupun shutdown keseluruhan.

“Terminal, tambang, penanggkutan, pelabuhan itu bisa di shutdown, tapi produksi smelternya yang tidak boleh. Meski resikonya aka nada karyawan yang dirumahkan,”paparnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More